MENGHIDUPKAN
SUNNAH RAMADHAN
PENDAHULUAN
Ramadan merupakan bulan yang penuh
dengan keistimewaan yang disediakan oleh Allah untuk orang beriman. Abdullah bin Mas’ud menyatakan bahwa Allah
memberikan dunia kepada org yang Ia sayangi dan yang tidak Ia sayangi, tetapi
Allah memberikan iman kepada orang yang Ia sayangi.
Puasa
di dalam Q.S.al-Baqarah/2:183
sebagai sarana utk mencapai ketaqwaan.
Ada proses yang didisain Allah dalam puasa untuk menjaga kemuliaan dan
keutamaan(kelebihan) yang telah diberikan Allah (Q.S. al-Isra’/17: 70.
Allah
mendesaian latihan yang lebih berat untuk menjalani kehidupan, Mari
kite renungkan memakan harta sendiri dan ada di rumah kita sendiri tapi karena
dilarang kita menjauhi larangan itu. Sasarannya adalah tidak memakan harta
milik org lain. Dalam hadis qudsi Allah menyatakan: ... dia meninggalkn makan
minum dan syahwat krn ku, puasa itu untukku dan aku yg akan membalasinya, dan
kebajikan 10 x lipat (al-Bukhari, juz 1, h. n0. 1775)
namun perlu diperhatikan sabda berikut:
رُبَّ
صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ (صحيح, رواه أحمد وابن ماجه و
الدارمي والبيهقي عن سعيد المقبري عن أبي هريرة)
“Berapa
banyak orang yang berpuasa namun hanya mendapatkan rasa haus dan lapar belaka.”
(Shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi dan Al-Baihaqi
dari Abu Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairah)
JELANG RAMADHAN
Sunnah puasa di bulan Sya’ban, Diriwayatkan dari 'Aisyah
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ
يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ،
وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
Rasulullah banyak berpuasa (pada bulan
Sya'ban) sehingga kita mengatakan; beliau tidak pernah berbuka, dan aku tidak
pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali puasa dibulan
ramadhan, dan aku tidak pernah melihat Rasulullah banyak berpuasa melebihi
puasa dibulan Sya'ban ((HR. Bukhari no.
1969 dan Muslim no. 1156).
Ketika Rasulullah ditanya oleh Usamah bin Zaid kenapa
beliau banyak berpuasa dibulan Sya'ban
beliau menjawab: "Karena bulan ini banyak dilalaikan oleh manusia padahal pada bulan tersebut akan diangkat amalan-amalan
seorang hamba kepada Allah, dan saya
ingin amalanku diangkat dan saya sedang berbuasa" (HR. Abu Dawud 2/461dan An Nasai, targhib wat tarhib 425)
SUNNAH
DI BULAN RAMADHAN
1.
QIYAM AL_LAIL (SALAT
TARAWIH)
Termasuk
sunnah Nabi adalah melaksanakan shalat tarawih berjama’ah, menghidupkan
malam-malam ramadhan bersama-sama Rasulullah bersabda :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَبًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متّفق
عليه)
“Barangsiapa shalat malam
pada bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka niscaya
diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alaihi).
Qiyam Ramadhan, secara khusus, menurut Imam Nawawi
adalah shalat tarawih. Dari hadis sahih ada beberapa cara:
Cara Pertama: 13 raka’at
yang didahului dengan 2 raka’at pendek. Kemudian 2 rakaat
panjang, 2 rakaat lebih pendek dari 2 rakaat sebelumnya dst. (Malik, h. 76 no. 12 (268), Ibn Majah, juz 1, h, 433 no, 1362) Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas,
2,2,2,2,2,2,1, (HR Bukhari, juz 1, h. 385 no. 944, Ibn Majah juz 1, h, 435, Dalam riwayat lain 5x2 +1, 2 fajr
Cara Kedua: 13 raka’at. 8
raka’at, dengan salam setiap 2 raka’at. Kemudian Witr dilaksanakan sebanyak 3
raka’at, dan 2 rakaat sunnah fajr (H. R, al- Bukhari, juz 1, h.
439-440 no. 1078, Ibn Majah juz 1, h. 433 no. 1361), Dlm riwayat lain tdk
dijelaskan berapa rakaat baru salam, Muslim, Juz 1, h. 509 no. 124, Dlm riwayat
lain 8 rakaat + 5 witir dg 1 salam (Muslim, Juz 1, h. 508 no. 123)
Cara Ketiga: 11 raka’at,
salam setiap 2 raka’at dan kemudian diakhiri dengan shalat Witr 1 raka’at ( 5x2+1) Muslim, Juz 1, h. 508 no. 122). ‘Abdullah bin
‘Umar memisahkan 3 rakaat witir dengan salam (2+1). (HR
Bukhari, juz 1, h. 384 no. 945,). Dan salat malamnya 2/2 (HR
Bukhari, juz 1,h. 439) ,
Cara
Keempat:
11 raka’at, 4 raka’at dan salam. Kemudian 4 raka’at dengan cara yang sama, dan 3
raka’at (shalat Witr). Aisyah ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman mengenai
shalat Nabi di bulan Ramadhan. Beliau menjawab: Sesungguhnya beliau tidak
pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau pada bulan lainnya. lebih dari 11
raka'at salat 4/4 dan 3 (al-Bukhari h. 442-443 no. 1085,
dan h. 764 no. 1888), Muslim, juz 1, h. 510
Diriwayatkan
dengan sanad yang paling shahih, bahwa ketika Umar memerintahkan Ubay bin Ka’ab
untuk memimpin orang-orang shalat sebelas raka’at di bulan Ramadhan, Ubay
membaca ratusan ayat sehingga orang-orang yang shalat di belakangnya bersandar
pada sesuatu untuk mendukung mereka karena lamanya berdiri. Dan
mereka tidak selesai sampai saat-saat menjelang Fajr Diriwayatkan oleh Malik.
Lihat Shalatut Tarawih (hal. 52)Waktu salat tarawih
mulai dar ba’da ‘Isya hingga waktu fajar
2. WITIR
Waktu shalat witir
1)
Witir di
akhir malam (sebelum subuh)
صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا اِجْعَلُوْا آخِرَ
“Jadikanlah shalat witir
sebagai penutup shalat malammu.” (al-Bukhari, juz 1, h. 386
no. 950, Muslim, juz 1, h. 517 no. 150-152, dalam riwayat Muslim no. 152 dan h, 519 no. 160 -161 dan Ibn Majah, juz 1,
h. 372 no. 1175 dan 375 no. 1189, ada penambahan kata “sebelum subuh’)
2) Di awal malam
Shalat witir boleh dikerjakan sebelum tidur bagi yang
takut tidak akan bangun di akhir malam, atau sesudah
tidur bagi yang yakin akan bangun
malam. Sebagaimana shalat malam juga demikian. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُوْمُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ
فَلْيُوْتِرْ أَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمَعَ أَنْ يَقُوْمَ آخِرَهُ فَلْيُوْ تِر آخِرَ اللَّيْلِ ْ
“Barangsiapa merasa khawatir
tidak bisa bangun pada akhir malam, hendaklah dia mengerjakan shalat witir pada
awal malam (sebelum tidur). Serta, barangsiapa mampu bangun pada akhir malam,
hendaklah ia berwitir pada akhir malam.” (Hr.
Muslim, juz 1, h. 520 no. 162-163,
Malik, h. 78 n0. 274, Ibn majah, juz 1, h. 375 no.1187)
Jabir bin Abdullah ra berkata : “Rasulullah SAW bertanya kepada Abu
Bakar ra : “Kapan kau berwitir ? ” Abu Bakar menjawab : “Pada awal malam
setelah shalat atamah (Isya’). “Kalau kamu, hai Umar ? “Tanya beliau. Umar ra
menjawab : “Pada akhir malam”. Maka Nabi SAW bersabda : “Hai Abu Bakar, kau telah
bersikap hati-hati, sedangkan Umar, bersikap penuh kesungguhan.” (HR. Ibnu
Majah, juz 1. h. 379 no. 1202)
“Abu Hurairah Berkata : “Sudah wasiat padaku kekasihku Nabi SAW
dengan 3 macam : 1. Supaya saya berpuasa tiga hari tiap-tiap bulan. 2. mengerjakan
Shalat Dhuha. 3. mengerjakan Shalat Witir sebelum tidur tiap-tiap malam.” (Muslim, juz 1, h.499) Hadis yg
sama juga diterima dari Abu al-Darda’
Caranya:
Pertama: 3 rekaat 1 salam,
'Aisyah berkata, 'Nabi tidak salam dalam dua rekaat witir.' Dan dalam satu
lafazh: Beliau shalat witir tiga rekaat, tidak duduk kecuali di akhirnya.(HR.
an-Nasa`i 3/234 dan al-Baihaqi 3/31.
Kedua: salam setelah dua rekaat, kemudian witir dengan satu rekaat.
Ibnu Hajar berkata dalam al-Fath (2/482): Isnadnya kuat
3. MENYEGERAKAN BUKA & MENTA’KHIRKAN SAHUR
Sabda Rasul
_: Ummatku akan tetap berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka
dan mengakhirkan sahur.” (
al-Bukhari, juz 1, h. 746 no. 1835)
Dalam
riwayat lain, Nabi
_ memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk mempersiapkan iftaar baginya. Dia
menjawab, “Ya Rasulullah, hari masih terang di depan kita.” Persiapkanlah apabila aku melihat malam dari sini, maka itulah waktunya
buka puasa. al-Bukhari, juz 1, h. 746 (no. 1838)
Kemudian
terdapat hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari hadits Abdullah
bin Umar bin Al-Khaththab bahwa Nabi bersabda: “Jangan kalian terkecoh oleh
Adzan Bilal..” maksudnya Adzan pertama. “…karena dia Adzan untuk membangunkan
orang yang tidur, sehingga orang yang hendak sahur dapat melakukannya. Makan
dan minumlah sampai Ibnu Maktum mengumandangkan Adzan.”
4.
Memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa
Nabi sangat menganjurkan untuk
memberi makan kepada orang yang berpuasa, karena yang demikian ini mengandung
pahala yang besar dan kebaikan yang berlimpah. Rasulullah bersabda :
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا
كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَائِمِ
شَيْئًا (رواه
أحمد و الترمذي)
“Barangsiapa memberi makan kepada orang yang
berpuasa, maka baginya pahala seperti yang diperoleh orang yang berpuasa
tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.”
(HR Ahmad dan Turmudzi)
Ibn ‘Abbas menyatakan bahwa Rasul lebih
dermawan dalam kebaikan selama Ramadhan dibandingkan udara yang berhembus (al-Bukhari, juz 1, h. 726 (no. 1783)
5. I’TIKAF
Waktu I’tikaf
I’tikaf boleh dikerjakan kapan saja, namun lebih
ditekankan pada bulan Ramadhan, karena itulah yang sering dilakukan oleh
Rasulullah.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ
الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ
اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ اللَّهُ
Abu Hurairah menyatakan (bahwasanya) Rasulullah sering beritikaf pada
setiap Ramadhan selama sepuluh hari dan manakala tibanya tahun yang beliau
diwafatkan padanya, beliau beritikaf selama dua puluh hari. [Riwayat Bukhari, juz 1, h. 768, no. 1901, Muslim juz 2, h. 831 no. 5]
Setelah itu para isteri Rasul pun melakukan I’tikaf,
I’tikaf
yang wajib harus dikerjakan sesuai jumlah hari yang telah dinazarkan, hal ini
berdasarkan atsar dari Umar dimana beliau mengabarkan kepada Nabi tentang nazar
beliau untuk beri’tikaf satu malam di masjid Haram, lalu Rasulullah
memerintahkan kepadanya untuk menunaikan nazarnya. [al-Bukhari, juz 1, h. 770 no. 1906 dan Muslim 1656]
Waktu Mulai i’tikaf Ramadan
Jumhur ulama
berpendapat bahwa i’tikaf dimulai masuk masjid sebelum matahari terbenam pada malam ke
21.
Pendapat kedua, i’tikaf baru dimulai sesudah shalat shubuh, berdasarkan
hadits ‘Aisyah “Adalah Nabi jika hendak beri’tikaf, beliau shalat shubuh
kemudian masuk ke (mu'takaf) tempat i’tikafnya”. (HR. Bukhari, juz 1, h. 770 dan
Muslim, juz 2, h. 830 no. 6)
Tempat Pelaksanaan
I’tikaf
Di dalam al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid
Pelaku I’tikaf Laki-laki dan Perempuan
“Adalah Nabi (beri’tikaf) di masjid dan di sisinya terdapat istri-istri
beliau (sedang beri’tikaf pula)…”. HR. Bukhari juz 1, h. 770 no. 1907 dan
Muslim juz 2, h. 830 no. 6
Bahkan Perempuan yg sedang istihadah pun oleh melakukan i’tikaf, Hadis Rasulullah:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَا
قَالَتِ اعْتَكَفَتْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
امْرَأَةٌ مِنْ أَزْوَاجِهِ مُسْتَحَاضَةٌ فَكَانَتْ تَرَى الْحُمْرَةَ
وَالصُّفْرَةَ فَرُبَّمَا وَضَعْنَا الطَّسْتَ تَحْتَهَا وَهِيَ تُصَلِّي
Dari Aisyah, semoga Allah meridhainya, ia berkata,
“Seorang istri Nabi ikut beri’tikaf bersama beliau padahal dia sedang
istihadhah [keluar darah karena penyakit bukan karena haid], ia melihat darah
merah kekuning-kuningan. Terkadang kami meletakkan mangkok di bawahnya ketika
ia sedang shalat”. (al-Bukhari, juz 1, h. 772 no. 1911, Ibn Majah, juz 1, h,
566 no.1780)
‘Aisyah
berkata: “Sunnah bagi orang yang beri’tikaf adalah: tidak boleh keluar kecuali
untuk kebutuhan insani yang harus dipenuhinya. (al-Bukhari, juz 1, h. 769 no.
1904, Muslim, juz1, h.244 no. 6-7)
Rasul pernah
menjulurkan kepalanya ke kamar ketika i’tikaf kemudian ‘Aisyah yang sedang haid
menyisir rambut Rasul (al-Bukhari, juz 1, h. 776 no. 1920, Ibn Majah, juz 1, h,
565 no.1778 )
6.
Mencari
malam Lailatul Qadar.
Sesungguhnya beribadah pada malam
Lailatul Qadar pahalanya sama dengan beribadah selama seribu bulan. malam yang
penuh berkah ini. Karena Nabi bersabda :
مَنْ
قَامَ لَيْلَةَ القَدَرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَبًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبْهِ (متّفق عليه)
“Barangsiapa shalat pada malam Lailatul Qadar
dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka niscaya diampuni dosanya yang
telah lalu.”
(al-Bukhari,
juz 1, h. 764 no. 1889)
Yaitu pada malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجَاوِرُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ وَيَقُولُ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ
فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Carilah malam
Lailatul Qadar itu pada malam ganjil di
sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan." (al-Bukhari, juz 1, h. 765 no. 1892, h.
766 no. 1895)
Dari ‘Aisyah, Nabi Saw, apabila masuk 10 terakhir Ramadan,
beliau mengencangkan sarung, menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya. (al-Bukhari, juz 1, h. 767 no.
1899)
Apabila seorang hamba
beribadah pada malam Lailatul Qadar, maka hendaknya dia mengucapkan :
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌ تُحِبُّ العَفْوَ
فَاعْفُ عَنِّي (رواه الترمذي وابن
ماجه)
“Ya Allah sesungguhnya
Engkau Maha Pemaaf dan Mencintai Ma’af maka berikanlah Ma’af padaku” (HR
Turmudzi dan Ibnu Majah)
7. Umrah
Umrah
pada bulan Ramadhan merupakan solusi yang diberikan Rasul kepada orang yang
tidak bisa menunaikan haji
عُمْرَةُ فِيْ رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً مَعِيْ (متفق عليه)
“Berumrah
pada bulan Ramadhan sepadan dengan haji bersamaku” (al-Bukhari, juz 1, h. 681-2 no.
1667)
Umrah dilakukan baik pada awal maupun pertengahan
Ramadhan. Tidak ada pengkhususan tentang lebih utamanya sepuluh hari akhir di
dalam berumrah. Maka hendaknya hal ini diperhatikan.
Wallahu a’lam bi al-shawab