Oleh: Enizar [2]
PENDAHULUAN
Islam
sebagai agama Allah memiliki dua sumber utama yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Hadis Rasulullah Saw. merupakan penjabaran,
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari ketentuan Al- Qur'an dan sebagai
penetapan aturan yang belum ditetapkan dalam Al-Qur'an.
Banyak
ayat yang berbicara ttg jihad, untuk mengetahui
ketentuan jihad yang telah dituntunkan oleh Rasulullah Saw. maka hal itu
dapat dipelajari secara rinci dan
teraktualisasikan dalam Hadis Rasulullah Saw.
secara menyeluruh bukan sepotong-sepotong. Hadis
tentang topik tertentu, misalnya tentang jihad jika dipahami secara
parsial akan berakibat pada pemahaman yang keliru dan tidak utuh.
Tulisan
ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang pemahaman hadis yang
seutuhnya dan sesuai dengan konteksnya. Dengan demikian, pemahaman terhadap
jihad tidak akan terjebak pada satu atau beberapa hadis saja dengan
meninggalkan hadis lain yang juga membahas masalah yang sama.
Dalam
realitas yang muncul pada saat sekarang, sebagian orang memahami bahwa jihad
tersebut lebih berkonotasi pada tindakan yang menggunakan kekuatan, senjata
atau pun tindakan bom bunuh diri dan kekerasan lainnya, sehingga diklaim
pelakunya orang Islam, dengan alasan bahwa mereka sedang melakukan jihad yang
diperintahkan oleh agama. Pemahaman yang seperti ini, jika dibiarkan terus
akan merugikan Islam dan umat Islam itu
sendiri.
Pemahaman Terhadap jihad
Jihad
bagi umat Islam sangat vital untuk pengamalan, pengembangan dan pelestarian
agama Islam. Jihad menempati posisi strategis dan signifikan dalam ajaran
Islam. Bahkan dinyatakan rukun Islam yang keenam,.[3] Hal tersebut mungkin dipahami dari ayat Al-Qur'an, yang mengulang kata jihad beberapa
kali dengan berbagai bentuknya. Penempatan kata jihad pun sering diseiringkan dengan klausa iman
kepada Allah dan Rasul- Nya.[4]
Dalam
perjalanan sejarahnya, jihad dipahami dengan berbagai pemahaman. Perekduksian
pengertian jihad terjadi pada pengamat Barat (orientalis) atau pun Muslim. Para
orientalis mengumandangkan bahwa Islam disebarkan dengan pedang dengan tujuan
memaksa non- muslim untuk memeluk Islam.[5] Pemahaman seperti ini terkesan jihad dilakukan
oleh orang- orang fanatik dan atas dasar yang irrasional sebagai sekelompok
orang yang memaksakan Islam kepada orang lain.
Ini bertentangan dengan salah satu ajaran dasar Islam yang terdapat
dalam QS. Al- Baqarah/2: 256 berikut ini: لا إِكْرَاهَ
فِي الدِّينِ ....
Pemahaman
seperti itu, sekaligus mengabaikan prinsip perdamaian dalam Islam, pada hal
Islam merupakan agama yang sudah dijamin oleh Allah sebagai pembawa rahmat bagi
seluruh alam raya ini.[6]
Penulis
Muslim ada juga yang menyatakan jihad sebagai perang (konfrontasi fisik)
melawan orang non-muslim sampai mereka masuk Islam.[7] Jihad lebih dominan dipahami sebagai cara
yang tepat dan legal untuk memerangi non- muslim yang berada di luar wilayah
Islam.
Menelusuri
perjuangan Rasulullah Saw. perang hanya salah satu bentuk jihad. Namun, tidak
berarti bahwa jihad hanyalah perang, karena dalam salah satu Hadis Rasulullah
Saw. bersabda bahwa: “jihad telah
dimulai dari aku diangkat Allah menjadi Rasul Saw.dan akan berlangsung terus
sampai hari kiamat. Bahkan jihad
tersebut tidak dapat ditiadakan oleh ketidakadilan orang lalim dan oleh
keadilan orang adil” [8] Apabila jihad tersebut dipahami sebagai
perang saja, maka hal itu tidak didukung oleh kenyataan sejarah.
Di
samping itu, dalam Hadis di atas, jihad pun harus dilakukan dalam situasi dan
kondisi apa pun, bukan hanya pada saat masyarakat merasakan ketidakadilan atau
ketika kelaliman. Sedangkan jihad dalam
arti perang hanya dibutuhkan pada saat ancaman bersenjata dari pihak musuh
Islam yang mengancam eksistensi ajaran dan umat Islam.
Untuk
merealisasikan pernyataan Rasulullah Saw.
agar umat Islam berjihad dalam situasi dan kondisi apapun, maka
berdasarkan pengamatan dan kenyataan yang ada sekarang, telah terjadi pemahaman
yang menitik beratkan pada jihad yang menggunakan senjata seperti bom.
SUBSTANSI JIHAD PERANG
Berdasarkan
kenyataan tersebut, dalam menghadapi situasi dan kondisi sekarang, perlu untuk
memahami substansi jihad yang sesungguhnya.
Sehingga jihad bukan dijadikan sebagai legalisasi terhadap kepentingan
kelompok atau golongan tertentu. Untuk mengetahui semua ketentuan tentang jihad
ini, keterangan yang diberikan oleh Rasulullah Saw. merupakan suatu yang urgen
untuk diperhatikan dan diungkapkan, karena terdapat alasan normatif dan logis
tentang itu. Pertama, secara normatif, Rasulullah Saw. telah dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur'an sebagai
teladan.[9] Pada masa sekarang, meneladani Rasulullah
Saw. dilakukan dengan penelusuran terhadap Hadis. Rasulullah Saw. yang
merupakan pedoman, selain Al- Qur'an yang harus diperhatikan dan diamalkan oleh
umat Islam yang tidak menginginkan keluar jalur yang sudah ditetapkan Allah. [10]
Di samping itu, yang lebih penting Rasulullah Saw. merupakan penafsir terhadap
perintah jihad yang ditetapkan Allah dengan firman- Nya.
Kedua,
secara
logis, Rasulullah Saw. merupakan pelaku jihad dengan berbagai situasi dan
kondisi yang ada. Rasulullah Saw. melakukannya dengan berbagai bentuk jihad
yang berbeda. Dalam jihad menghadapi
teror, siksaan dan intimidasi selama berada di Mekah, Rasulullah Saw. dan para
sahabat dengan sabar menerimanya dan tetap menyebarkan dan mengamalkan ajaran
Islam. Dalam jihad bentuk “perang”, beliau ikut berjihad secara aktif, bahkan
dalam beberapa peperangan beliau berada di garis depan.
Dengan
mengungkap semua Hadis yang berbicara tentang
jihad, akan ditemukan formulasi jihad selain konfrontasi fisik, yang
cocok dilakukan untuk menghadapi tantangan yang berbeda pada zaman sekarang.
Manfaatnya untuk memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam secara proporsional
dan utuh, sehingga pengamalan jihad tidak merusak citra Islam.
pelaksanaan
jihad Perang menurut Hadis Rasulullah
Saw.
Perintah
untuk melaksanakan jihad terdapat dalam beberapa ayat al-Qur'an dan Hadis
Rasul Saw. yang ditujukan kepada umat
Islam. Mengungkapkan Hadis yang mengatur tentang pelaksanaan jihad, merupakan suatu keharusan sebagai
upaya untuk merujuk kepada substansi dan eksistensi jihad yang telah digariskan
oleh Rasulullah Saw.
A.
Bentuk-bentuk Jihad Perang Menurut Hadis
Berdarkan
hasil penelitian, ada ayat jihad diturunkan pada periode Mekah, seperti yang
terdapat dalam Q.S. al-Furqan/25: 52 yang berisi perintah untuk berjihad dalam
menyampaikan Al-Qur’an.[11]
Dengan demikian, sudah ada tuntutan untuk melakukan jihad ketika umat Islam
masih berada di Mekah.
Pelaksanaan
jihad yang dilakukan oleh Rasul Saw. bersama umat Islam pada masanya sebagai
respons terhadap perintah Allah kepada Rasul Saw. untuk melakukan jihad.
Merujuk kepada beberapa riwayat yang ditemukan, ada beberapa bentuk jihad yang
ditetapkan dan diisyaratkan oleh Hadis Rasul Saw.
Berdasarkan
fakta sejarah, perang memang merupakan salah satu bentuk jihad. Namun bukan
satu-satunya seperti yang dipahami oleh segelintir orang sehingga muncul suatu
pernyataan bahwa Islam disebarkan dengan pedang.[12] Hal itu agaknya mereka dasarkan kepada beberapa
Hadis Rasul Saw., di antaranya Hadis tentang “Surga di bawah naungan pedang”[13],
yang merupakan akhir dari Hadis yang panjang.
Hadis
tersebut menginformasikan bahwa umat Islam tidak boleh menginginkan bertemu
musuh atau mencari musuh. Jika bertemu musuh mereka harus melakukan perlawanan
terhadap serangan musuh dengan cara yang benar, tidak balas dendam dan sabar
(berperikemanusiaan). Pada situasi perlawanan terhadap serangan musuh itulah
Rasul Saw. menyatakan bahwa surga
dibawah naungan pedang.[14]
Oleh
karena itu, tindakan umat Islam ketika menyerang Yahudi Medinah dan atau kafir
Quraisy Mekah merupakan bukti dari cita-cita ideal untuk membina ketentraman
dan hubungan yang harmonis antara umat bahkan antar umat beragama sekalipun.
Sebagai bukti lain umat Islam tidak menyerang,
dapat dilihat dari kebebasan kelompok yang dapat kooperatif dengan umat
Islam dan mematuhi komitmen yang telah dibuat bersama. Mereka bebas untuk
berada dan berintegrasi dengan masyarakat Islam.[15] Kenyataan ini merupakan indikator bahwa Islam
hanya menyerang kalau umat Islam diserang atau diganggu dalam pelaksanaan
ibadahnya.
Untuk
melihat substansi perang di jalan Allah ada beberapa Hadis Rasulullah Saw. yang
memberikan penjelasan tentang kriteria perang fi sabilillah tersebut,
yaitu:
1. Perang bukan mencari keuntungan duniawi.
Dlm hadis perang di jalan Allah tidak untuk mencari
keuntungan duniawi. [16] ini, meskipun bentuk konkrit dari
jihad tersebut fi sabilillah, dalam
konteks berperang untuk melawan musuh Islam,
namun jika dimotivasi oleh sesuatu selain Allah, dan dengan tujuan untuk
mendapatkan harta rampasan atau tawanan, maka pada hakikatnya jihad yang
seperti itu tidak termasuk jihad fi sabilillah yang dianjurkan. Menurut
al-Saharanfuri, alasan tersebut berarti mencampurkan niat fi sabilillah
dengan upaya mendapatkan keuntungan duniawi, [17]
Dalam
riwayat lain pernyataan Rasul Saw. meski
motivasi untuk melakukan jihad itu ikhlas karena Allah, namun jika ia
memperoleh keuntungan financial dari perang yang dilakukannya, maka dapat
mengurangi keuntungan yang akan diterimanya kelak di akhirat. Ia akan
mendapatkan sisa dari balasan/ pahala yang akan diterimanya kelak di akhirat. [18]
2.
Perang yang dilakukan bukan karena riya’.
Perang
dapat saja dilakukan karena dan untuk sesuatu hal yang berhubungan dengan
kepentingan pribadi, seperti karena riya’ sebagai usaha untuk mendapatkan
tempat di hati orang lain dengan melakukan berbagai kabaikan.[19]
Agar motivasi (niat) melakukan perang tidak terkontaminasi oleh yang lain, maka
untuk meluruskan motivasi dan tujuan berperang, dilakukan dengan ikhlas karena
Allah dan sabar ِ [20]Bahkan
ada hadis yang dengan tegas menyatakan bahwa jihad yang dilakukan karena riya’,
balasan dari jihadnya adalah neraka.
[21]
3. Perang
yang dilakukan untuk menegakkan kalimat Allah
Kriteria
jihad fi sabilillah dapat dilihat dari niat (motivasi) dari alasan dan
tujuan melakukan jihad. Mungkin banyak
alasan dan tujuan yang mendorong orang melakukan jihad. Rasulullah Saw.
Menyatakan bahwa Jihad fi sabilillah adalah
dengan tujuan untuk menegakkan kalimat Allah..
[22]
maksudnya adalah untuk menjaga eksistensi dan substansi ajaran Islam[23].
Perang, dengan demikian mempunyai
fungsi politis, sosial dan fungsi ekonomis.
Oleh sebab itu, ancaman tidak mendapatkan balasan dari Allah, dapat
mengendalikan umat Islam untuk tidak melakukan peperangan sebagai sarana unjuk
kekuatan dengan kedok jihad.
4. Perang
tidak atas dasar kepentingan perorangan
Dari fakta
sejarah diketahui bahwa Rasulullah Saw. melakukan peperangan didasarkan atas
izin yang diberikan Allah untuk membalas serangan yang dilakukan oleh non-
muslim pada waktu itu, seperti dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 190. Perintah untuk
berperang pada awalnya ditujukan kepada umat Islam yang diserang. Tidak
ditemukan data sejarah yang menyatakan bahwa ada peperangan pada masa Rasul
Saw. yang dilakukan karena faktor pribadi atau kekuasaan.
Hal
itu masih dipertahankan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar, ketika terjadi
fitnah terhadap Ibn Zubair. Ada pihak
yang menginginkan Ibn ‘Umar memerangi mereka. [24]
ketika bentrokan antara al-Hajjaj dengan Ibn Zubair sebagai penguasa. Al-Hajjaj
mengepungnya dan terjadi perseteruan antara mereka beberapa bulan, sampai
akhirnya Ibn Zubair dibunuh. [25] Dua
orang yang datang mengunjungi Ibn ‘Umar mempertanyakan kenapa tidak memerangi
orang yang telah membuat ibn Zubair
meninggal. Ibn ‘Umar menyatakan
bahwa Allah mengharamkan darah orang Islam
Dalam
riwayat lain lebih tegas dikemukakakan oleh Ibn ‘Umar bahwa fitnah itu adalah
upaya dan tindakan non-muslim mengajak umat Islam kembali ke agama mereka
semula dengan berbagai cara, bukan antara sesama muslim.[26]
Oleh sebab itu Ibn ‘Umar tidak memutuskan untuk memerangi orang yang yang tidak
sependapat dengan penguasa.
[1] Bahan Diambil dari buku Enizar, The Best Jihad
for Moslems. Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Disampaikan dalam
seminar Jihad dan Teroris Kuliah umum Jurusan Syari'ah STAIN Mtero
[2] Dosen STAIN "Jurai Siwo" Metro.
[3] Philip K. Hitty
menyatakan kelompok kecil tersebut kelompok Khawarij. Lihat History of the Arab, Ed. 10,(
T.tp; t.t.) h. 136. Dawam Rahardjo
menyatakan bahwa kelompok kecil tersebut Syi’ah. Lihat tulisannya dalam ‘Ensiklopedi
Jihad, dalam Ulumul Qur’an Nomor 7
Volume II/1990/1411, h. 56.
[4] Rahimin, Konsep
Jihad dalam Al- Qur'an Jakarta: Program Pasca Sarjana IAIN Syarif
Hidayatullah, (Disertasi), 1999.
[5] Azyumardi Azra, Pergolakan
Politik Islam, dari Fundamentalis, Modernis, hingga Post Modernisme,
(Jakarta: Paramadina, 1996) , h. 127.
[6] Secara eksplisit
dalam Q.S. Al- Anbiya’/21: 107
[7] Hal itu terlihat
dalam beberapa kitab fiqh yang memuat keterangan yang rinci tentang jihad yang
isinya lebih difokuskan pada perang.
Begitu juga dalam kitab karya dan al-Mawardi (w. 450 H.) Hal itu mungkin
karena jihad yang berkaitan dengan masalah hukum dan kenegaraan adalah jihad dalam artian perang
tersebut. al-Maududi (w.1979 ) yang menulis tentang jihad dalam karyanya al-Jihad
fi al-Islam dan Jihad f´ Sab³lillah lebih luas menjelaskan tentang
jihad baik dari segi bentuk, dan objeknya. Lihat lebih luas Azyumardi Azra,
Jihad dan Terorisme, Konsep dan Perkembangan Historis dalam Islamika N0.
4, 1991, h. 81.
[8] Sabda tersebut terdapat dalam Hadis yang
panjang, dan teks lengkap nya adalah:
عن انس بن مالك قال قال رسول الله r
ثلاث من اصل الايمان الكف عن من قال الا الله ولا تكفره بذنب ولا تخرجه من الاسلام
بعمل و الجهاد ماض منذ بعثنى الله الى ان يقاتل أخر أمتى الدجال لا يبطله جور
جائر ولا عدل عادل والايمان بالاقدار
Ab D±ud Sulaim±n
ibn al- Asy’a£ al-Sijist±n³ (selanjutnya disebut Abu Daud), Sunan Ab³ D±ud, juz 3, (Indonesia:
Maktabat Dahlan, t.th.), , h. 18.
[9] Lihat Al-Qur'an
surat al-Ahzab/33: 21 yang lengkapnya berbunyi:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
[10] Malik bin Anas, al-Muwa¯a’ (Beirut: Dar al-Fikr, 1970), h.
602. Lengkapnya Hadis tersebut
sebagai berikut:
عَنْ مَالِك أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ
تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ *
[11] Rohimin, op.cit.,
h. 55-56.
[12] Majid
al-Khudri, Al-¦arb wa al-Salm f³ al-Syar³’at al-Isl±miyyat, h. 56 dan 57 seperti dikutip oleh
Wahbah al-Zuhail³, Asar al-Hab fi
Fiqh al-Islami Dirasat al-Muq±ranah,
(Damaskus: Dar al-Fikr, t.t.), h. 61.
[13] Sebuah Hadis
yang diriwayatkan oleh al-Bukh±r³, op.cit., juz 2, h. 1106 dengan lafal:
واعلموا ان الجنة تحت ظلال السيوف
[14] al-Bukh±r³ ibid.,
h. 1159, Muslim,op.cit., juz 3 h. 1362- 1363,
Ab D±ud, op.cit., juz 3, h. 42.
[15] Marchel A.
Bisard, Humanisme dalam Islam, terjemahan H.M. Rasyidi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980), h. 280-282.
[16] Ab Daud, op.cit., juz 3, h. 14, Bandingkan
dengan al-Suyuti, op.cit., juz 6, h. 25.
[17] al-Saharanfuri, ibid.,
juz 11, h. 433-434.
[18] Muslim, op.cit.,
juz 3, h. 1514-1515, Abu Daud, op.cit.juz 3, h. 8, al-Nasa’i, op.cit., juz 6, h. 18,
dan Ibn Majah, op.cit., juz
2, h. 931.
[19] Muhammad Jamal
al-Din al-Qasimi al-Damsyiqi, Mau’izat
al-Mu’minin min Ihyaa’ ‘Ulm al-Din, (T.Tp: Dar al-’Ahd al-Jadid,
tt.), 257.
[20] Abu Daud, ibid.,
juz 3, h. 14-15.
[21] Muslim, op.cit.,
juz 3, h. 1514.
[22] Muslim, juz 3,
h. 1512 dan 1513, Abu Daud, juz 3, h. 14
dan al-Turmuz³, op.cit., juz 3, h. 100.
[23] Ahmad bin ‘Ali
bin ¦ajar al-Asqalani, Fathal- Bari Syahih
al- Bukhari, juz 6, (Beirut: Dar al- Fikr, 1993 M./ 1414 H.), h.
109.
[24] Al- Bukhari, op.cit.,
juz 3, h. 1797-1798.
[25] Ab al-Falah
‘Abd al-Hay bin al-’Imad al-Hanbali (w. 1089 H), Syazarat al- Zahb fi Akhbar Man Zahab, (Beirut:
Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, t.t.), juz 1,
h. 79-81.
[26] Al- Bukhar³, op.cit.,
juz 4, h. 2840.