PELAKSANAAN WALIMAH AL-'URSY
Walimah terambil dari kata walm yang berarti berkumpul dan berhimpun. Hal itu dikarenakan dua orang suami isteri yang tadinya terpisah telah bersatu menjadi keluarga baru. [1] juga dipahami bahwa pada acara tersebut pengantin baru dan keluarganya mengumpulkan orang terdekatnya untuk menghadiri hari bahagia itu.
Kesan bahwa walimah merupakan kebiasaan atau trend yang harus diikuti sudah saatnya dihilangkan dan dikembalikan kepada sunnah Rasulullah. Karena dalam Islam walimah mempunyai dasar hukum dan aturan yang jelas untuk diikuti.
Pada masa Rasul, setiap perkawinan yang dilakukan oleh Rasul. [2] dan sahabat beliau melakukan dan memerintahkan walimah. Hal itu terlihat dalam salah satu hadis berikut:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ صُفْرَةً فَقَالَ مَا هَذِهِ الصُّفْرَةُ قَالَ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ [3]
Dalam hadis di atas, diketahui bahwa ada perintah Rasul kepada orang yang sudah menikah untuk melakukan walaimah. Agar masyarakat dapat mengetahui bahwa kedua orang yang telah hidup bersama telah melakukan perkawinan secara Islam. Di samping itu, juga dalam rangka memberikan ucapan do'a agar kedua mempelai mendapatkan berkah dari Allah.
Perintah dan praktek Rasul memunculkan perbedaan pendapat para ulama 1.Wajib, seperti yang dikemukan oleh al-zhahiriah dan al-syafi'i dalam al-Um.2.Sunnah, seperti yang dinyatakan oleh Ahmad.3.Mandub, seperti yang dikemukakan jumhur ulama, dengan alasan tidak ada perintah kepada semua sahabat yang melakukan pernikahan, meskipun Rasul tidak pernah meninggalkan walimah.[4]
Dalam melakukan walimah yang terkait dengannya adalah undangan dan perjamuan. Rasulullah memberikan aturan rinci dalam masalah yang berkaitan dengan etika mengundang dan menyuguhkan jamuan.
- Tidak memilih yang diundang berdasarkan status sosial ekonomi
Ada aturan bagi penyelenggara walimah dalam mengundang tetangga dan orang yang dikenalnya, Untuk itu, hadis berikut ini dapat diperhatikan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا … [5]
Dalam hadis secara tegas dinyatakan secara tegas bahwa orang yang mengadakan walimah tidak boleh memilih-milih dan membeda-bedakan orang yang akan diundang dengan alasan status sosial ekonominya. Fenomena yang dihadapi pada masa sekarang memang menunjukkan pada pemilihan undangan kepada orang yang dapat memberi sumbangan banyak. Oleh sebab itu, peringatan Rasul di atas harus dijadikan dasar bagi umat Islam dalam mengadakan walimah, sehingga tidak ada pembedaan dalam mengundang atas dasar kondisi ekonomi. Di samping itu, walimah tidak dijadikan sebagai lahan untuk berbisnis mencari keuntungan.
[1] Al-Syaukani, Nailul Authar Syarh Muntaqal Akhbar Min Ahadis Sayyidil Akhyar, jilid 3, juz 6, h. 297.
[2] Al-Bukhari, h. 2139 dan Muslim, h. 1052. Malik, h. 397 dan al-Shan'ani, Subulus Salam Syarh Bulughul Maram juz 3, h. 158. Al-Tirmizi, h. 278.
[3] Al-Bukhari, juz 3, h. 2101, Muslim, juz 2, h. 1050, al-Tirmizi, juz 2, h. 277-278, Abu Daud, juz 3, h. 341, Malik, h. 346, al-Darimi, juz 2, h. 143.
[4] Al-Shan'ani, , h. 154-155
[5] al-Bukhari, h. 2141, Muslim, h. 1054, dan bandingkan dengan Malik, h. 347, dan Abu Daud, h. 341
0 komentar:
Posting Komentar