PEMILIHAN CALON
(PERSIAPAN PERNIKAHAN)
Pertimbangan Pemilihan Calon
Untuk membentuk keluarga, para calon harus memahami bahwa keluarga adalah lembaga yang suci, bukan sarana uji coba pasangan yang cocok, yang dapat digagalkan apabila tidak menemukan pasangan yang cocok. Seperti di dunia Barat, dua individu dapat hidup bersama sebelum melangsungkan perkawinan untuk mencari pasangan yang cocok (Yulia Singgih D dan Singgih D. Gunarsa, 1995, h. 26), yang bebas memilih, menikah atau berpisah. Proses pemilihan calon merupakan proses paling penting dari pemilihan lainnya. Diibaratkan sebuah bangunan, untuk membuat bangunan yang kokoh, orang akan memilih bahan yang berkualitas tinggi, letak yang strategis, dan konstruksi yang baik. Pemilihan itu lebih penting lagi dalam bangunan keluarga, karena keluarga terdiri dari unsur yang mempunyai watak, tabiat dan tingkah laku yang berbeda. Di samping itu, nanti dari keluarga akan muncul individu baru sebagai generasi penerus.
Dalam al-Qur’an dan hadis dikemukakan tipologi orang yang tidak dapat dipilih untuk calon isteri atau mahram. Bahkan untuk memilih calon dari tipe yang dibolehkan, Islam memberikan bimbingan dan arahan yang lugas dan tegas.
Cara Pemilihan Calon
Dalam Islam, perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama untuk memilih calonnya. Selama ini, isu yang berkembang adalah hanya laki-laki saja yang mempunyai hak untuk memilih. Sedangkan perempuantidak berhak menentukan pilihannya. Dalam Islam secara umum diberikan kriteria untuk memilih calon, baik laki-laki atau pun wanita. (QS. al-Nur (24):26.) Untuk menjalankan ketentuan tersebut, maka salah satu cara adalah melakukan seleksi agar laki-laki baik mendapatkan perempuan yang baik pula, dan laki-laki tidak baik juga pantas untuk perempuan tidak baik pula, bukan sebaliknya.
1. Pemilihan calon Isteri
Dalam memilih calon isteri biasanya pertimbangannya cenderung kepada sesuatu yang bersifat materi, karena hal itu dengan mudah dapat dikatahui dan dirasakan. Hal tersebut diakui oleh Rasulullah
تنكح المرءة لاربع لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
(Perempuan biasanya dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, agamanya. Pilihlah yang punya agama, engkau akan bahagia) (Al-Bukhari, h. 2107-2108, Muslim, h. 1086-1087, Abu Daud, h. 219, al-Turmuzi, juz III, h. 275, al-Nasa’i, juz VI, h. 65 dan 68, Ibn Majat, h. 597 al-Darimi, h. 134, dan Ahmad bin Hanbal, juz VI, h. 152).
Ada empat kriteria yang dijadikan pertimbangan untuk memilih calon isteri, yaitu kekayaan, kebangsawanan, kecantikan, dan ketaatan menjalankan agama. Biasanya kriteria tersebut terdapat pada perempuan secara alternatif dan mungkin sedikit sekali kriteria itu yang kumulatif. Jika keempat kriteria itu terdapat pada perempuan secara kumulatif, itulah perempuan idaman. Jika kriterianya hanya alternatif, Rasulullah memberikan arahan untuk menjatuhkan pilihan, yaitu dengan memprioritaskan ketaatan menjalankan agama. Dikuatkan dengan hadis berikut:
a. Sisi negatif alternatif pertimbangan selain agama
Dari alternatif pertimbangan yang ada, Rasul menekankan untuk menjatuhkan pilihan dengan menyatakan nilai plus minus dari masing-masing alternatif yang ditawarkan. Pertama sisi negatifnya : (Janganlah kamu menikahi perempuan karena kecantikannya, mungkin kecantikannya bisa mencelakakan. Juga jangan karena kekayaannya, mungkin hartanya bisa membuatnya sombong. Akan tetapi, kawinilah perempuan karena agamanya, sesungguhnya hamba sahaya yang hitam kulitnya tapi kuat agamanya lebih utama).( Ibn Majat, h. 597.)
Dalam hadis di atas, agama menduduki prioritas utama dibandingkan dengan kriteria yang lain. Kecantikan yang tidak dilindungi dengan pembinaan agama akan membahayakan. Karena kecantikannya itu dapat dijadikan sebagai modal untuk merayu atau membuat orang tertarik padanya. Sehingga ia akan memanfaatkan semua laki-laki yang tertarik kepadanya. Begitu juga kekayaan tanpa keluhuran budi dapat membuatnya sombong terhadap suaminya, dengan cara melecehkan dan merendahkan. Perempuan yang merasa bahwa kemampuan keuangannya mengungguli suaminya, jika tidak diiringi dengan keluhuran budi akan menjadikan suaminya tidak memiliki harga diri dan diremehkan.
Itu juga bukan tidak menjadikan keduanya sebagai bahan pertimbangan hanya saja posisi keduanya berada di bawah agama. Dengan menjadikan cantik dan kaya itu sebagai pelengkap agama dan budi, apalagi dua pilihan antara cantik tidak beragama dengan beragama tapi tidak cantik. Apabila sama sama dalam agamanya, menikahi perempuan cantik lebih diutamakan (Al-Atsqalani, Fath al-Bari, juz X, h. 169) Ada anjuran Rasul untuk melihat calon isteri sebelum meminang (Al-Nasa’i, h. 69-70, al-Turmuzi, h. 275, Ibn Majah, h. 599-600, al-Darimi, h. 34, dan Ahmad bin Hanbal juz IV, h. 245 dan 246)
b. Sisi positif alternatif pertimbangan agama
Berkaitan dengan saran Rasul untuk memilih perempuan shalihah, ketika QS. al-Taubat (9):34-35 turun, sahabat bertanya, ya Rasul harta apakah yang kami simpan ?, Rasul menjawab “Hati yang selalu bersyukur, lidah yang selalu berzikir, dan isteri shalihat (al-Naisaburi, Asbab 1988/1409, h. 165, al-Turmuzi, juz IV, h. 341, Ibn Majat, Ahmad bin Hanbal, juz V, h. 278, 282, dan 366), jawaban Rasul bahwa isteri salihah dapat membebaskan umat Islam dari siksaan azab yang amat pedih Isteri shalihat, memandang perkawinan dan keluarga sesuatu yang luhur dan harus dijaga keseimbangannya. Jika cantik akan menjaga kecantikannya dari sesuatu yang dapat mengantarkannya kepada maksiat. Jika kaya dan dari keturunan bangsawan tidak akan menggunakannya untuk merendahkan suaminya.
Realitas yang tidak terbantahkan dalam masyarakat sekarang ini, terjadinya keretakan keluarga banyak disebabkan oleh hilangnya faktor agama dalam panduan kehidupan sehari-hari, yang memicu terjadinya penyelewengan dalam keluarga. Sedangkan isteri salihah akan menjalankan tugas dan memelihara amanah (Ibn Katsir, juz II 1992/ 1412), h. 428, al-Nasa'i, juz VI, h. 68, Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal, juz II, h. 251, 432 dan 438)
Pertimbangan lain, kemampuan menjalankan rumah tangga serta dapat menjalankan fungsi reproduksi. (Abu Daud, kitab nikah no. 1754 dan al-Nasa’i, kitab nikah no. 3175, untuk melanjutkan keturunan dan dapat menyayangi anak-anak dan suaminya. Kemampuan untuk mempunyai anak dapat dilihat dari keadaan keluarganya. Juga perempuan yang penyayang. Aspek lain yang disarankan adalah virginitas. Meski pun Rasulullah Saw. hanya memiliki satu orang isteri yang perawan dan dalam beberapa pernikahannya, perempuan yang dipilih berstatus janda. Namun, kepada sahabat Rasulullah Saw. selalu menyarankan agar mereka memilih perempuan yang masih gadis (al- Bukhari, juz II, h. 798,873-874, juz III, h. 2103, 2168 dan 2169, Muslim, h. 1088-1089, Abu Daud, h.220, al-Nasa'i, h. 61, Ibnu Majah, h. 598, al-Darimih. 146, dan Ahmad bin Hanbal, juz III, h. 294, 302, 308, 314, 362, 369, 374, dan 376) Karena perawan mempunyai kemungkinan untuk saling bercanda dan bercengkrama, secara alami dan murni. Sedangkan janda “kemungkinan akan dibayangi oleh pengalaman masa lalunya dengan mantan suaminya (Abadi, juz VI, h. 44, al-Nawawi, jilid V, juz X, h. 52-53 dan al-Mubarakfuri, juz IV, h.226) Bagi janda yang mempunyai anak dengan suami sebelumnya, waktunya dan perhatiannya tersita untuk mengurusi anak-anaknya dan akan mengurangi intensitas untuk bercanda dan bergurau dengan suaminya yang baru. Beda dengan yang masih perawan. (Abadi, h. 44 dan al-Nawawi, h. 53) Meskipun tidak tertutup kemungkinan perempuan janda pun dapat menciptakan suasana yang ceria dalam keluarganya.
2. Pemilihan calon suami
Faktor agama dan keluhuran budi merupakan kriteria utama dalam memilih calon suami. Dari kedua kriteria tersebut sebenarnya telah terkandung makna yang dalam. Laki-laki yang mempunyai agama yang kuat dan akhlak mulia mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya (Al-Turmuzi, juz II, h. 274, dan Ibn Majat, h. 632-633. kualitas shahih li ghirih al-Mubarakfuri, h. 205 dan Hamzah Dlaib Mushthafa, juz I, 1406/1986, h. 325) Hal itu disebabkan oleh rasa tanggung jawab agama untuk memenuhi kebutuhan materil keluarga atau rasa aman dan kasih sayang dalam keluarga.
Mengabaikan kedua kriteria tersebut untuk menjatuhkan pilihan. Apabila perempuan hanya dikawinkan walinya dengan laki-laki yang mempunyai status sosial dan ekonomi saja, maka akan banyak perempuan yang tanpa suami dan banyak laki-laki yang tidak dapat beristeri. Hal ini membuka peluang untuk melakukan penyelewengan seksual(Al-Mubarakfuri, h. 204)
Ancaman munculnya fitnah dan kebinasaan di bumi, ketika laki-laki yang memiliki pengetahuan dan pengamalan agama yang kuat dan keluhuran budi pekerti tidak diterima sebagai calon suami atau menantu. Begitu juga sebaliknya, pihak perempuan yang hanya memperhatikan faktor ekonomi dengan mengenyampingkan faktor agama, akan memotivasi laki-laki untuk mengumpulkan kekayaan tanpa memperhatikan cara dan prosesnya.
.
Minggu, 17 Februari 2008
PEMILIHAN CALON - Persiapan Nikah 2
19.45
tadabbur