A.
pendahuluan
Menitipkan atau menerima titipan merupakan sesuatu yang
dapat dilakukan atau diterima oleh siapapun. Banyak faktor yang menyebabkan
orang menitipkan barangnya kepada orang lain, yang kadang sulit untuk
dihindari. Bahkan pada akhir-akhir ini bentuk titipan semakin bervariasi,
Misalnya, ketika seseorang pergi meninggalkan rumahnya untuk waktu tertentu,
dan ia sulit untuk menjaga barangnya, lalu ia menitipkan penjagaan kepada orang
lain, atau adanya deposit box untuk menjaga barang-barang berharga dengan
bayaran yang sangat jelas, atau nasabah bank yang menitipkan uangnya di bank.
Dikatakan menitipkan karena ia dapat mengambil uangnya kapan saja.
Dalam titipan terjadi pemindahan kewajiban/tanggung jawab
menjaga barang dari pemilik barang kepada penerima titipan. Terjadinya
pemindahan tanggung jawab akan beresiko bagi kedua belah pihak (penitip dan
penerima titipan) apabila tidak ada aturan yang jelas. Oleh sebab itu, dalam
Islam ada aturan khusus mengenai titipan ini.
Wadi’ah atau titipan adalah sesuatu barang atau yang lainnya ditempatkan oleh
pemiliknya di tempat orang lain untuk dipelihara. Titip adalah menaruh barang dan sejenisnya
supaya disimpan/dirawat/ disampaikan kepada orang lain.
Dasar titip terdapat dalam Q.S. al-Nisa’/4: 58
إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها ... إن الله كان سميعا بصيرا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah
kepada yang berhak menerimanya...
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Juga terdapat dalam Q.S. al-Baqarah/2: 283
... فإن أمن بعضكم
بعضا فليؤد الذي اؤتمن أمانته وليتق الله ربه ... والله بما
تعملون عليم
...Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; ... dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
B.
Ketentuan
dalam Wadi’ah
Ada beberapa hadis yang berkaitan dengan wadi’ah ini akan
tetapi sebagian hadis yang dijadikan
dasar berkualitas da’if. Hadis yang berkualitas hasan di bawah ini :
عن
أَبَي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أد الامانة الى من أتمنك ولا تخن من خانك [1]
Abu
Hurairah menytakan bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Tunaikan amanah
kepada orang yang memberikan kepercayaan kepadamu dan jangan engkau
mengkhianati orang yang telah mengkhianatimu
Berdasarkan
hadis di atas, wadi’ah/ titipan merupakan amanah yang harus dijaga oleh
penerima sampai titipan itu dikembalikan kepada pemiliknya. Apabila seseorang
menerima titipan dari orang lain, maka ia mempunyai tanggung jawab untuk
memelihara dan menjaga barang tersebut sampai diambil kembali oleh yang
menitipkan.
Karena
titipan ini merupakan kepercayaan dan orang yang dititipi juga biasanya orang
yang dipercaya oleh penitip, maka landasan dari titipan ini adalah kepecayaan.
Dalam realitas hari ini, praktek penitipan dapat dibedakan menjadi 2 (dua),
yaitu titipan tanpa bayar (dasar kepercayaan) saja dan titipan dengan
pembayaran tertentu.
Realitas
penitipan yang ada saat ini tentu saja mempunyai konsekwensi yang berbeda
terhadap batasan tanggung jawab yang harus dipikul oleh penerima titipan.
Apalagi jika barang titipan tersebut mempunyai kemungkinan ada resiko yang
muncul di luar dugaan penerima titipan, misalnya rusak (bukan karena dipakai),
hilang dan sebagainya.
Sangat
tidak adil ketika penerima titipan yang hanya didasari kepercayaan, menolong
orang untuk menjaga miliknya, ia telah menerima tanggung jawab menjaga barang
titipan, kemudian juga harus bertanggung jawab terhadap resiko yang muncul
bukan karena kelalaian atau kesengajaannya.
Tentang
batas tanggung jawab penerima titipan dapat diperhatikan ketentuan yang telah
digariskan oleh Rasulullah SAW. dalam hadis berikut:
عن
سمرة عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ على اليد ما أخذت حتى تؤديه [2]
Samurah
menyatakan Rasulullah SAW. bersabda: orang yang menerima sesuatu,
mempunyai tanggung jawab menjaganya sampai ia menyampaikannya kepada yang
berhak menerima.
Berdasarkan
hadis di atas, penerima titipan mempunyai tanggung jawab menjaga atau
memelihara titipan sampai yang punya mengambilnya. Tanggung jawab dalam hadis di atas memberikan
indikasi bahwa ia menjaga dari kerusakan seperti menjaga miliknya, namun ia
tidak mempunyai hak terhadap barang itu, kecuali telah ada izin dari pemilik.
Apabila barang yang dititipkan berupa motor, misalnya maka penerima titipan
punya tanggung jawab menjaga agar motor itu terlindung dari sesuatu yang dapat
menimbulkan kerusakan, tidak hilang dan tidak digunakan oleh anaknya. Penerima
titipan tidak mempunyai tanggung jawab mengganti kerusakan yang ditimbulkan
oleh hal yang ditimbulkan oleh lamanya penyimpanan misalnya.
Apabila
barang titipan tersebut diberi izin untuk dipakai, maka penerima titipan yang
menggunakan barang titipan bertanggung jawab untuk mengganti kerusakan yang
timbul akibat pemakaian barang titipan tersebut.
Begitu
juga sebaliknya, apabila barang titipan yang dipakai oleh penerima titipan
mendatangkan hasil, maka penitip harus mendapatkan bagian dari hasil tersebut,
walaupun tanpa adanya kesepakatan sebelumnya. Seperti yang dilakukan oleh Bank
sistem Syari’ah yang menerima titipan uang dengan sistem wadhi’ah al-yad al-dhaminah
(titipan dengan resiko mengganti rugi). Apabila dari uang yang dititipkan itu
mendatangkan keuntungan dengan bagi hasil uang yang dipakai oleh nasabah bank,
maka BMI memberikan bonus 25 % dengan
minimal titipan satu juta.
Pada
prinsipnya, titipan didasarkan pada amanah, namun dikalangan fuqaha’ ada
pembahasan tentang amanah mempunyai kemungkinan dapat berubah menjadi ganti
rugi dengan catatan:
1.
Barang itu tidak dijaga
dan dipelihara oleh penerima titipan. Misalnya, ketika ada yang merusak barang
didepan nya kemudian ia mendiamkan saja, pada hal ia bias melarangnya
2.
Barang titipan itu
dititipkan lagi kepada pihak lain. A sebagai penerima titipan dari Z, dengan
alasan yang tidak jelas A menitipkan barang Z kepada C, jika terjadi kerusakan
maka A harus mengganti rugi
3.
Barang
tersebut dimanfaatkan oleh penerima titipan.
4.
Penerima
titipan mengingkari adanya titipan di tangannya.
5.
Penerima
titipan mencampurkan titipan orang dengan harta pribadinya sehingga susah untuk
memisahkannya, seperti menerima titipan padi kemudian dicampur dengan padinya
sendiri.
6.
Penerima
tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan sebelumnya oleh kedua belah pihak.
Titipan amanah juga dapat berubah menjadi ḍaman apabila
penerima titipan menerima bayaran terhadap pemeliharaan titipannya seperti
membayar pada pemilik box deposit untuk menjaga barang berharga yang dititipkan
kepadanya. Apabila barang titipan rusak apalagi hilang, maka penerima titipan
harus mengganti rugi.
[1] Hadis riwayat Abu Dawud, juz 3, h. 290, no. 3534 dan 3535, dan al-Tirmizi, juz 2, h.
368 hadis no. 1282, al-Darimi, juz 2, h. 264, dan Ahmad ibn Hanbal, juz 3, h.
414.
[2] Hadis riwayat al-Turmuzi,
juz 2, h. 368-369, Menurut al-Turmuzi, kualitas hadis ini Ḥasan Ṡaḥiḥ,
al-Darimi, juz 2, h. 264, Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibn Majaṯ,
dan Ahmad ibn Hanbal