Rabu, 13 Mei 2009

LOYALITAS TERHADAP PEMIMPIN

LOYALITAS TERHADAP PEMIMPIN
Sebagai penyeimbang dari beban tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipikul oleh pemimpin di atas, maka Islam memberikan arahan yang sangat proporsional. Ada hak yang juga harus diterima oleh pemimpin, yang merupakan kewajiban komunitas yang dipimpinnya.
1. Esensi loyalitas terhadap pemimpin
Sangat wajar dan manusiawi, jika pemimpin menginginkan orang yang dipimpinnya memiliki loyalitas yang tinggi terhadap dirinya. Posisi yang diterimanya mempunyai konsekwensi bahwa ia mempunyai hak untuk didengar, dipatuhi oleh yang dipimpinnya.
Dalam banyak hadis, Rasul menempatkan kepatuhan kepada pemimpin pada posisi kepatuhan kepada diri Rasul dan kepatuhan terhadap Allah. Dalam sabdanya Rasul menyatakan bahwa siapa yang mematuhiku maka ia telah mematuhi Allah. Sebaliknya, siapa yang mendurhakaiku berarti telah mendurhakai Allah. Siapa yang mematuhi pemimpin, maka berarti ia telah mematuhiku. Sebaliknya, jika ia tidak patuh pada pemimpin maka berarti tidak mematuhiku.
Al-Khaththabi menjelaskan bahwa pemberian posisi pemimpin begitu tinggi, karena Rasul menganggap penting masalah pemimpin ini. Di samping itu, pada saat itu bangsa Quraisy, Arab umumnya tidak mengenal kepemimpinan, dan yang dipatuhi hanya pemimpin di kabilahnya. Ketika Islam memperkenalkan kepemimpinan lain, mereka tidak mengakuinya dan enggan untuk mematuhinya.
Al-Zarqani menukil pendapat Imam Malik dan Jumhur ahli Sunnah bahwa bila seorang pemimpin berbuat zalim terhadap yang dipimpinnya, maka ketaatan lebih utama dari pada menentangnya. Tindakan menentang berimplikasi munculnya rasa takut, terjadinya pertumpahan darah, berkobarnya peperangan dan menyebabkan kerusakan. Dalam hal ini dituntut kesabaran terhadap ketidakadilan dan kefasikan.
Bahkan Rasul dalam hadis lain mewajibkan taat dan patuh kepada pemimpin walaupun ia hanya memikirkan kepentingannya dan tidak menjalankan tugasnya terhadap masyarakat dengan baik. Dengan alasan mereka akan menanggung akibat dari pelalaian tanggung jawab.
Hadis ini memrupakan respon yang sangat mengejutkan terhadap pertanyaan yang diajukan sahabat jika ada pemimpin yang hanya menntut haknya tapi tidak menjalankan kewajibannya. Setiap diajukan pertanyaan sampai tiga kali, Rasul selalu menghindar. Pertanyan yang ketiga baru dijawab agar tetap patuh dan taat.
Dari ketentuan di atas terlihat bahwa pemimpin memiliki hak sebagai imbalan dari kewajiban yang begitu berat, sehingga loyalitas terhadap pemimpin merupakan suatu keharusan bagi umat Islam. Bahkan seandainya ia tidak menjalankan kewajiban pun.
Ketentuan di atas menunjukkan proporsional dan konsistensi aturan, untuk pemimpin ia punya berbagai kewajiban yang merupakan hak bagi yang dipimpin. Sebaliknya, yang dipimpin juga mempunyai kewajiban yang merupakan hak pemimpin.
2. Batas Loyalitas terhadap pemimpin
Dari uraian terdahulu terlihat bahwa pemimpin bagaimana pun karakternya harus tetap dipatuhi oleh masyarakat yang dipimpinnya. Masyarakat harus memiliki loyalitas yang tinggi terhadap pemimpin. Namun ketentuan itu tidak mutlak, karena ada kebolehan untuk tidak loyal terhadap instruksi, perintah pemimpin yang bertentangan dengan misi Islam. Seperti instruksi untuk melakukan perbuatan maksiat yang dilarang oleh Allah dan instruksi untuk melakukan perbuatan yang dapat membahayakan jiwa dan atau raga, yang diperintah oleh Allah untuk menjaganya.
a. Bukan untuk melakukan perbuatan maksiat
Dalam hadisnya, Rasul menyatakan bahwa setiap muslim harus taat dan patuh dalam hal yang disenangi atau yang dibencinya, kecuali jika ia diperintah untuk melakukan maksiat. Apabila seperti itu, tidak perlu patuh dan taat. Terlihat bahwa like and dislike bukan aspek yang dijadikan dasar dalam kepatuhan terhadap pemimpin atau tidak, karena hal itu sangat subjektif. Masing-masing akan memiliki persepsi yang beda. Orang tertentu akan disenangi oleh yang merasa bahwa kepentingan dapat dipenuhi dengan mudah dan orang lain akan merasakan sebaliknya. Kebolehan tidak loyal dibatasi pada isi perintah, instruksi untuk melakukan maksiat, bukan karena orangnya.
b. Bukan untuk melakukan perbuatan yang membahayakan jiwa raga
Dalam sebuah hadis dikemukakan bahwa Rasul mengangkat seseorang sebagai pemimpin. Pengangkatan itu membuat ia mempunyai persepsi bahwa apapun instruksi yang dikeluarkan harus diikuti oleh anak buahnya. Kepemimpinan yang disalahpahami itu yaitu tentang kewenangannya Ketika ia marah, anak buahnya diminta untuk membakar diri dengan kobaran api dari kayu yang mereka cari sendiri. Respon yang diberikan Rasul terhadap laporan tersebut bahwa loyalitas dalam hal yang ma’ruf.
Terlihat bahwa loyalitas terhadap pemimpin bukan didasarkan kepada karakter personnya, tetapi lebih kepada instruksi atau perintah, aturan dan kebijakan yang diberikan atau dikeluarknnya, yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat atau merugikan masyarakat tidak mutlak harus dipatuhi.
Solusi yang dapat ditempuh apabila pemimpin memberikan kebijakan, instruksi, aturan yang merugikan dan membahayakan masyarakat adalah dengan cara audiensi antara pemimpin dengan yang dipimpin untuk membicarakan secara bijak.

catat kaki
Muslim, ibid., h. 1466
Seperti yang dinukil oleh al-Nawawi dalam ibid.,
Al- Zarqani, al- Muwaththa’ li al-Zarqani, juz 2, h. 292.
Muslim, op.cit., h. 1474-1475
Muslim, op.cit.,h. 1469
ibid.,

0 komentar: