A. Pendahuluan
Bagi umat Islam, al-Qur’an merupakan pedoman dan petunjuk dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini. Sebagai pedoman dan petunjuk, al-Qur’an memberikan berbagai aturan yang sebagian besarnya bersifat global. Di samping itu, untuk memberikan aturan yang lebih rinci Allah memberikan bimbingan kepada rasulnya yaitu Muhammad melalui ungkapan, perbuatan, dan taqrirnya, yang dikenal dengan hadis atau sunnah. Al-Qur’an dengan demikian merupakan sumber utama dan pertama, sedangkan hadis merupakan sumber kedua setelah al-Quran.
Untuk menjaga keorisinilan hadis, para ulama hadis telah banyak melakukan berbagai upaya agar hadis Rasul jangan tercampur dengan yang bukan dari Rasul. Diantara upaya tersebut adalah dengan cara menyaring hadis marfu’ dari hadis mauquf dan maqthu’. Upaya ini dilatarbelakangi oleh pengumpulan dan pembukuan hadis -secara resmi atas instruksi khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-’Aziz (99-101 H)- masih menggabungkan antara hadis yang bersumber langsung dari Rasul, atsar sahabat dan tabi’in.
Upaya lain yang telah dilakukan oleh para ulama hadis adalah menyaring hadis yang otentik dari hadis palsu. Upaya ini dilatarbelakangi oleh munculnya para pembuat hadis maudhu’ yang lebih mengutamakan kepentingan dan tujuannya masing-masing. Dengan melakukan penelitian terhadap sanad dan matan hadis dapat dibedakan antara hadis shahih, hasan, dan dha’if, dengan berbagai tingkatnya masing-masing. Hadis maudhu’ termasuk pada tingkatan hadis yang paling dha’if. Upaya ini menghasilkan kumpulan hadis shahih saja, seperti kitab shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Begitu juga dengan hadis dha’if dan hadis maudhu’, para ulama telah melakukan pembukuan terhadap hadis yang dianggap masuk pada kriteria itu.
Semua upaya yang dilakukan mengingat fungsi strategis hadis dalam Islam. Sebagai sumber hukum Islam yang kedua, hadis berfungsi sebagai berikut: pertama, sebagai ta’kid terhadap ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an. Fungsi yang kedua, sebagai bayan tafsir (mengkhususkan, membatasi, dan merinci) ayat-ayat al-Qur’an yang belum jelas maksudnya, karena ‘am, muthlaq, atau karena mujmal-nya. Fungsi ketiga sebagai ziyadah terhadap ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an.
Mengingat pentingnya fungsi hadis dalam ajaran Islam, maka pemahaman terhadap hadis menjadi suatu hal yang mutlak diperlukan, karena upaya para ulama terdahulu -yang telah diungkapkan di atas- tidak akan banyak berarti jika hadis Rasul yang telah disaring dan diteliti tidak dipahami secara proporsional dan tepat. Upaya ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya kesan bahwa pesan yang dibawa oleh hadis bertentangan dengan al-Qur’an dan atau pikiran sehat.
Kajian terhadap pembahasan ini, dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa hadis -sama halnya dengan al-Qur’an- diungkapkan dan dimunculkan oleh Rasul ada yang mempunyai sebab dan ada yang tidak, yang dalam istilah muhaddisin dikenal dengan istilah asbab wurud al-hadis. Kondisi, situasi, dan peristiwa yang menyebabkan suatu hadis dimunculkan dapat menunjukkan dalam konteks apa hadis tersebut dikemukakan.
Dalam memahami hadis ada dua pendekatan yang dapat dipergunakan, yaitu pendekatan tekstual dan pendekatan kontekstual. Pendekatan tekstual adalah pendekatan yang dilakukan dalam memahami hadis sesuai dengan bunyi teks hadis itu sendiri. Sedangkan pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang dilakukan untuk memahami hadis dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi ketika hadis itu dimunculkan oleh Nabi.
Diakui atau tidak,umat Islam pada masa Nabi di pusat Islam berkembang, selain memiliki kesamaan juga mempunyai perbedaan dengan masyarakat Islam sekarang. Perbedaan tersebut bisa saja disebabkan oleh perbedaan waktu dan tempat. Dihubungkan dengan pernyataan Allah bahwa Nabi Muhammad diutus untuk semua umat manusia sepanjang zaman (QS. Al-Saba’:28), maka perbedaan masyarakat baik kondisi atau pun situasi tersebut memberikan indikasi bahwa dalam Islam ada ajaran yang berlakunya terikat oleh waktu dan tempat, dan ada yang tidak terikat oleh waktu dan tempat tertentu. Menurut istilah M. Syuhudi Ismail ada ajaran Islam yang bersifat universal, temporal dan lokal. Untuk dapat membedakan ketiganya salah satunya dapat diketahui dengan mempelajari dan mengetahui situasi, kondisi dan peristiwa yang melatarbelakangi munculnya hadis atau asbab al-wurud hadis.
B. Asbab Wurud al-Hadis
Dalam ilmu hadis, asbab wurud al-hadis merupakan salah satu cabang ilmu-ilmu hadis. Para ulama memberikan pengertian asbab wurud al-hadis sebagai berikut:
1. Asbab wurud al-hadis adalah sesuatu yang membatasi arti suatu hadis yang berkenaan dengan umum atau khusus, mutlak atau terbatas, nasikh atau mansukh, atau suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadis pada saat kemumnculannya.
2. Asbab wurud al-hadis adalah keadaan, peristiwa dan kenyataan sosial yang menyebabkan suatu hadis dimunculkan oleh Rasul saw.
Berdasarkan pengertian asbab wurud hadis di atas, dapat diketahui bahwa sebab wurud al-hadis itu dapat berupa pertanyaan sahabat mengenai sesuatu masalah, tanggapan Rasul dalam menyikapi peristiwa yang terjadi baik yang berdasarkan laporan sahabat atau pun tidak. Dengan demikian, asbab wurud tersebut hanya ada pada masa Rasul, dan hanya dapat diketahi melalui riwayat.
Sebab wurud untuk sebuah hadis, ada yang satu riwayat dan ada pula yang lebih. Untuk yang satu riwayat memang hadis itu dimunculkan karena peristiwa itu saja. Sedangkan sebab wurud yang berbeda riwayat mungkin disebabkan oleh perbedaan riwayat atau oleh perbedaan peristiwa. Karena dalam kenyataannya suatu hadis muncul bukan hanya disebabkan oleh satu peristiwa. Akan tetapi sebabnya bisa berbeda karena Rasul mengungkapkan hadis yang sama untuk masalah yang berbeda. Sebagai contoh dapat dilihat dari hadis berikut:
عن ابى هريرة قال قال رسول الله من كذب علي متعمدا فاليتبوأ مقعده من النار
Artinya: Diterima dari Abu Hurairah Rasul bersabda: “Barang siapa yang berdusta atas namaku, maka ia mempersiapkan tempatnya di neraka.
Hadis di atas muncul disebabkan oleh suatu peristiwa yang dikemukakan dalam suatu riwayat yang diterima dari Abu Buraidah tentang seorang laki-laki yang melamar seorang wanita. Ketika wanita itu menolak lamarannya, laki-laki itu mengatakan bahwa ia melamar atas perintah Rasul, sehingga akhirnya lamaran itu diterima. Di antara sahabat yang mendengar berita itu langsung mengkonfirmasikannya kepada Rasul. Rasul menyatakkan bahwa orang tersebut berdusta. Atas peristiwa itu Rasul memutuskan untuk memberikan hukuman kepada laki-laki itu, dan muncullah hadis di atas.
Menurut riwayat lain, hadis tersebut muncul yang diterima dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash tentang seorang laki-laki yang memakai pakaian seperti pakaian Nabi untuk mendapatkan fasilitas. Pengakuannya bahwa ia diperintahkan oleh Nabi untuk menginap di rumah siapa saja yang disukainya, sehingga para sahabat memberikan fasilitas yang disukainya itu. Setelah dikonfirmasikan kepada Rasul ternyata Rasul memerintahkan Abu bakar dan ‘Umar untuk menjatuhkan hukuman kepada orang tersebut. Pada waktu itulah hadis itu dimunculkan oleh Rasul.
Bagi para pengkaji yang concern terhadap sebab wurud hadis ini, saat ini tidak terlalu sulit, karena hadis-hadis yang mempunyai sebab wurud telah dihimpun dan dihimpun dalam kitab khusus. Kitab tersebut telah beredar sampai ke Indonesia. Diantara karya tersebut adalah :
1. اسباب ورود الحديث او اللمع فى اسباب الحديث للسيوطى
2. البيان و التعريف قي اسباب ورود الحديث لابراهيم بن محمد بن حمزة الحسينى
Yang menjadi penyebab dimunculkannya hadis dapat dibedakan kepada tiga bagian, berdasarkan kepada klassifikasi yang dikemukakan oleh al-Suyuthi.
yaitu: pemahaman terhadap ayat al-Qur’an, pemahaman terhadap hadis, dan peristiwa atau kenyataan sosial yang terjadi pada saat itu, baik dipertanyakan atau tidak oleh sahabat.
Sebab wurud yang berupa pemahaman terhadap ayat al-Qur’an apabila ada ayat yang diturunkan Allah, sahabat merasa sulit untuk memahami atau mengamalkannya, dan sahabat menanyakannya kepada Rasul. Untuk contoh dapat dilihat hadis berikut:
عن عبد الله قال لما نزلت هذه الآية: الذين آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم شق ذلك على اصحاب رسول الله و قالوا أينا لم يلبس إيمانه بظلم ؟ فقال رسول الله أنه ليس بذاك ألا تسمع إلى قول لقمان لإبنه: إن الشرك لظلم عظيم
Artinya: ‘Abdullah berkata: Ketika turun ayat “orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman”, para sahabat merasa kesulitan dan menanyakan mana diantara kita yang tidak mencampuradukkan imannya dengan kezaliman ? Rasul menanggapi bahwa maksud ayat itu bukan begitu, tidakkah engkau mendengar perkataan Luqman kepada anaknya bahwa : sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang besar.
Hadis di atas muncul karena turunnya QS. al-An’am (6):82. Sebab wurudnya pun terdapat dalam hadis, yaitu pemahaman para sahabat terhadap kata zhulm dalam ayat dengan aniaya dan itu sulit dijalankan, karena sahabat mengakui bahwa tidak ada manusia yang tidak zhulm. Mendengar itu Rasul bersabda bahwa maksud kata dalam ayat itu bukan seperti itu, tetapi zhulm dalam ayat adalah syirik.
Sebab wurud yang berupa pemahaman terhadap hadis, yaitu apabila ada hadis yang tidak dipahami maksudnya oleh sahabat. Sebagai contoh hadis berikut:
عن انس انه صلى الله عليه وسلم لما مر به بجنازة فاثنوا عليها خيرا فقال وجبت وجبت وجبت و مر بأخرى فاثنوا عليها شرا فقال وجبت وجبت وجبت فقالوا له يا رسول الله قولك فى الجنازة والثناء عليها اثنى على اللأول خيرا و على الأخر شرا فقلت فيها وجبت وجبت وجبت فقال نعم يا ابا بكر إن لله ملائكة تنطق على ألسنة بنى آدم بما فى المرء من الخير والشر
Artinya: Anas menceritakan ketika lewat pembawa jenazah di depan Rasulullah mereka menyebutkan kebaikannya, Rasul mengatakan pasti demikian (3X), dan ketika jenazah lain yang disebutkan kejelekannya, Rasul mengatakan “pasti demikian” (3X) juga. Para sahabat yang mendengar bertanya kepada Nabi apa maksud ucapannya itu, lalu Rasul menjawab: “Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat di dunia yang berkata melalui lisan manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang”.
Sebab wurud hadis pada hadis di atas terdapat dalam hadis itu sendiri. Akan tetapi, dalam hadis lain sebab wurud hadis inna lillah malaikat tersebut tidak dikemukakan dalam hadis, yang ada hanya matan hadis saja yaitu:
عن انس قال قال رسول الله إن لله تعالى ملائكة فى الأرض تنطق على ألسنة بنى آدم بما فى المرء من الخير والشر
Artinya: Anas berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat di dunia yang berkata melalui lisan manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang”.
Secara lengkap, tanggapan Rasul terhadap dua jenazah yang diusung melewatinya adalah:
Ketika Rasul bertanya mengenai jenazah pertama, pengusung jenazah menjelaskan bahwa ia adalah si fulan keluarga si fulan, ia mencintai Allah dan Rasul-Nya serta taat kepada Allah. Kemudian Rasul bersabda “pasti demikian” sampai tiga kali. Menanggapi pernyataan pengusung jenazah kedua bahwa ia si fulan, keluarga si fulan, ia membenci Allah dan Rasul-Nya serta melakukan maksiat kepada Allah, Rasul juga bersabda “pasti demikian” sampai tiga kali juga. Para sahabat yang mendengar bertanya kepada Nabi apa maksud ucapannya itu, lalu Rasul menjawab dengan hadis inna lillah malaikat di atas.
Sebab wurud hadis yang berupa peristiwa dan pertanyaan sahabat tentang suatu masalah adalah apabila Rasul menyaksikan suatu peristiwa atau sahabat melakukan atau melihat sesuatu lalu melaporkan atau menanyakannya kepada Rasul. Sebagai contoh dapat dilihat hadis berikut:
عن الشريد بن سويد جاء الى النبى يوم الفتح وقال إنى نذرت أن الله فتح عليك أن أصلى في بيت المقدس فقال له النبى ها هنا افضل ثم قال والذى نفسى بيده لو صليت هاهنا أجزأ عنك ثم قال صلاة فى هذا المسجد افضل من مائة ألف صلاة فيما سواه من المسجد
Artinya: Syuraid bin Suwaid datang kepada Rasul di hari fath Mekah, lalu ia menyatakan kepada Rasul: “Saya bernazar jika Allah memberika kemenangan kepada engkau (fath Mekah), saya akan salat di Bait al-Muqaddis”. Lalu Rasul bersabda salat di sini lebih baik. Sabda Rasul selanjutnya: Jika kamu salat di sini nazarmu sudah terlaksana, Rasul melanjutkan: Salat di mesjid ini (mesjil al-Haram) lebih baik dari seratus ribu salat di mesjid lain.
Sebab wurud hadis di atas adalah berkenaan dengan nazar Syuraid untuk salat di Bait al-Maqdis jika Rasul berhasil meraih kemenangan atas kafir Mekah. Setelah fath Mekah Syuraid menyatakan nazarnya dan cara melaksanakannya. Peristiwa ini menyangkut sesuatu yang wajib dilaksanakan yang hanya terbayar dengan melakukan nazar. Tanggapan yang diberikan oleh Rasul memberikan kemudahan kepada Syuraid, karena dengan keutamaan Mesjid al-Haram nazarnya sudah terbayar dengan melaksanakan salat di sana.
Contoh lain, pertanyaan yang diajukan oleh sahabat dan membutuhkan jawaban dari Rasul seperti yang terdapat dalam hadis di bawah ini:
عن عبد الله بن مسعود قال سألت النبى أى العمل أحب الى الله قال الصلاة على وقتها قال ثم أي قال بر الوالدين قال ثم أي قال الجهاد فى سبيل الله قال حدثنى بهن ولو استزدته لزادنى
Artinya: Abdullah bin Mas’ud berkata: “Saya bertanya kepada Nabi saw. ‘amal apakah yang lebih disukai oleh Allah ?’ Rasul menjawab: “salat pada waktunya. Ibn Mas’ud bertanya lagi: “Kemudian apa lagi?”, beliau menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua”. Dia bertanya lagi: “Kemudian apa lagi ?”, beliau menjawab: “Jihad di jalan Allah” Ibn Mas’ud berkata: “Rasul telah mengemukakan kepada saya tentang amal-amal yang utama; dan seandainya saya menanyakan lagi, Rasul akan menambahkannya.
Memperhatikan hadis di atas, terlihat bahwa hadis itu dimunculkan oleh Rasul sebagai jawaban dari pertanyaan Ibn Mas’ud. Bahkan dalam hadis itu terlihat dialog Rasul dengan sahabat. Yang lebih menarik lagi, untuk pertanyaan yang senada dengan pertanyaan Ibn Mas’ud, Rasul memberikan jawaban yang berbeda kepada masaing-masing penanya.
Untuk mengetahui sebab wurud hadis dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan memperhatikan matan hadis dan melalui kitab khusus yang berisi tentang hadis yang mempunyai sebab wurud.
1. Melalui matan (teks) hadis cara ini hanya dapat dipakai apabila di dalam hadis dimaksud mencakup sebab wurud hadis. Untuk mengetahuinya ada indikator yang menunjukkan bahwa di dalam teks hadis ada sebab wurudnya, yaitu:
a. Ada kata yang mengandung pertanyaan, seperti sa’ala, ayyun dan lainnya yang semakna. Sebagai contoh dapat dilihat hadis telah dikemukakan pada halaman sebelumnya (7-9) Hadis yang muncul merupakan jawaban dari pertanyaan tersebut.
b. Dalam rentetan hadis itu menjelaskan suatu peristiwa yang terjadi, khusus pada seseorang atau tidak, misalnya hadis berikut:
عن ام سلمة زوج النبى انه سمع خصومة بباب حجرته فخرج اليهم فقال انما انا بشر وانه يأتينى الخصيم فلعل بعضكم أن يكون ابلغ من بعض فاحسب أنه صادق فاقضى له بذلك فمن قضيت له بحق مسلم فإنما هى قطعة من النار فليأخذها أو ليتركها
Artinya: Diterima dari Ummi Salamah isteri Nabi, bahwa Rasul mendengar pertengkaran di depan pintu kamarnya, beliau keluar menemui mereka, lalu bersabda: “sesungguhnya saya ini manusia biasa dan orang yang terlibat pertengkaran telah datang kepadaku. Mungkin saja sebagian kamu (yang bertengkar) lebih mampu (berargumentasi) dari yang lainnya, sehingga saya menduga ialah yang benar dan saya memutuskan perkara itu dengan memenangkannya. Maka siapa yang saya putuskan bahwa ia yang menang (karena kehebatannya berargumentasi) dengan mengambil hak orang lain, maka keputusan saya itu adalah potongan api neraka yang saya berikan kepadanya. (Terserah apakah) ia mengambil atau menolaknya. (H.R. Al-Bukhari, Muslim, dll.)
Jika diperhatikan rentetan hadis di atas, sebab wurud hadisnya adalah peristiwa pertengkaran yang terjadi di depan kamar Rasul. Nabi menyadari bahwa untuk menyelesaikan pertengkaran itu diperlukan bukti, semnetara yang ada hanya keterangan dari pihak-pihak yang bersengketa. Oleh sebab itu Nabi menyatakan bahwa mungkin saja yang pintar berargumentasi bukan yang berhak atas objek yang mereka sengketakan. Oleh sebab itu muncullah hadis tentang ancaman terhadap orang yang menang perkara karena kelihaiannya berargumentasi, sementara ia sendiri sebenarnya bukan yang berhak untuk objek itu.
2. Berdasarkan buku khusus tentang hadis-hadis yang mempunyai sebab wurud, yang telah dikemukakan sebelumnya. Ini sangat membantu untuk mencari sebab wurud suatu hadis yang tidak termuat dalam teks hadis bersangkutan. Perlu disadari bahwa sebagian sebab wurud hadis terdapat dalam hadis lain atau dari suatu peristiwa yang tidak tercover dalam teks hadis. Sebagai contoh dapat dilihat hadis berikut:
عن عبد الله بن عمر قال قال رسول الله إذا جاء أحدكم الجمعة فليغتسل رواه البخارى و مسلم والترمذى وأحمد بن حنبل
Artinya: Abdullah bin ‘Umar berkata, Rasul bersabda: Apabila kamu hendak melaksanakan salat Jum’at, maka hendaklah (terlebih dahulu) mandi (H.R. al-Bukhari, Muslim, al-Turmuzi dan Ahmad)
Sebab wurud hadis di atas tidak ada dalam hadis, tetapi sebabnya adalah situasi dan kondisi masyarakat Islam pada waktu hadis itu dimunculkan. Pada waktu itu keadaan ekonomi masyarakat Islam masih sulit, mereka memakai baju wol kasar dan jarang dicuci. Sebagian besar mereka pekerja kebun, setelah bekerja langsung ke mesjid untuk salat Jum’at. Pada satu Jum’at, cuaca sangat panas dan mesjid penuh, sehingga aroma keringat orang yang berbaju wol kasar dan jarang mandi itu menyengat hidung nabi dan mengganggu khutbahnya. Pada saat seperti itulah Rasul mengungkap hadis di atas.
C. Pemahaman Hadis Dengan Memperhatikan Sebab Wurudnya
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa untuk memahami hadis dapat dilakukan dengan tekstual dan kontekstual. Kedua pemahaman ini dapat dilakukan salah satunya dengan memperhatikan sebab wurud hadis. Bahkan Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa salah satu cara yang baik untuk memahami hadis Nabi adalah dengan memperhatikan sebab khusus yang melatarbelakangi munculnya hadis. Menurutnya, ada hadis yang diungkapkan berkaitan dengan kondisi khusus untuk suatu maslahat atau mencegah mudharat, atau mengatasi problem yang terjadi waktu itu. Tidak mengindahkan sebab wurudnya, suatu hukum yang terkandung dalam hadis dipahami berlaku secara umum dan waktu yang tidak terbatas, pada hal adakalanya hukum itu berkaitan dengan illat tertentu yang hilang jika illatnya hilang dan tetap berlaku jika illatnya masih ada.
Dapat diketahui bahwa dengan mengetahui sebab wurud hadis, suatu hadis dapat dipahami dengan benar dan hukum yang dikandung oleh suatu hadis dapat diterapkan secara proporsional. Dalam sejarah diketahui bahwa ‘Aisyah pernah melakukan kritikan terhadap beberapa orang sahabat, karena mereka menyampaikan hadis tanpa memperhatikan sebab wurud hadis. Sebagai contoh dapat dilihat hadis tentang ان الميت يعذب ببكاء عليه
Memahami hadis tersebut tanpa memeperhatikan sebab اهله wurudnya berarti bahwa mayat mendapatkan azab disebabkan tangisan keluarganya, dan ini bertentangan dengan beberapa ayat al-Qur’an seperti لا تزر وازرة وزر اخرى dan لا يكلف الله نفسا الا وسعها لها ما كسبت و عليها ما اكتسبت
Sebab wurud hadis di atas adalah ketika Rasul lewat di suatu kampung Yahudi seorang laki-laki meninggal dunia, dan keluarganya menangisinya, maka melihat yang seperti itu, Rasul lalu bersabda:
انهم ليبكون عليه و انه ليعذب
Jadi, hadis dimaksud menjelaskan bahwa sementara keluarga si mayat menangisinya, mayat tersebut sedang diazab di kuburnya. Kandungan hadis tersebut bukan seperti yang dipahami oleh penyampai hadis, seperti Abu Hurairah. Memang bukan Abu Hurairah saja yang meriwayatkan hadis di atas, tetapi diriwayatkan oleh ‘Umar bin Khatab dan anaknya ‘Abdullah bin ‘Umar.
Sebab wurud hadis mempunyai peran yang penting dalam memahami kandungan hadis, karena dapat membantu menjelaskan maksud hadis. Setidaknya ada tiga fungsi asbab wurud yaitu: 1. Penjelasan makna matan hadis; 2. Mengetahui kedudukan rasul pada saat memunculkan hadis; 3. Mengetahui situasi dan kondisi saat itu.
1. Penjelasan makna hadis
Dengan mengetahui sebab wurud dapat diketahui makna matan hadis yang dimaksudkan oleh Rasul. Sebagai contoh hadis tentang Allah mempunyai malaikat yang berbicara dengan lisan manusia. Dari sebab wurudnya dikatahui bahwa makna hadis itu adalah penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap perbuatan seseorang berupa pujian atau celaan yang objektif (bukan karena iri atau sakit hati) itu merupakan penilaian Allah dan malaikat-Nya.
2. Mengatahui kedudukan Rasul pada saat memunculkan hadis
Kedudukan Rasul ini sangat menentukan untuk mengistibatkan hukum dari suatu hadis. Dalam kesehariannya Muhammad dalam kapasitasnya sebagai Rasul juga sebagai imam yang Agung, Qadhi yang bijaksana dan mufti yang amat dalam pengetahuannya. Dengan mengetahui kedudukan Rasul dapat dipahami bahwa hukum yang terkandung dalam hadis itu wajib atau tidak.
Misalnya hadis Nabi yang menyatakan :
عن انس قال:قال رسول الله...أنتم أعلم بأمر دنياكم رواه مسلم
Artinya: Dari Anas, rasul bersabda: ... Kamu sekalian lebih mengetahui masalah duniamu. (H.R. Muslim)
Memahami hadis ini tanpa memperhatikan sebab wurudnya membawa kesan bahwa Rasul tidak mengetahui banyak tentang urusan dunia. Ini membawa kepada pemahaman terbalik bahwa Rasul hanya mengetahui urusan akhirat. Ini juga menimbulkan kesan bahwa Islam membagi secara dikotomis duniawi dan ukhrawi. Paham ini membawa kepada sikap hidup yang sekuler. Pemahaman seperti ini tidak benar, karena dalam Islam masalah duniawi tidak terpisahkan dengan ukhrawi, karena ada kegiatan yang sepertinya masalah dunia tetapi juga mempunyai nilai ibadah.
Sebab wurud hadis ini adalah ketika Rasul menyatakan kepada petani kurma bahwa hasil kurma akan baik meskipun tidak dilakukan penyerbukan. Setelah petani mengikuti saran Rasul ternyata hasil kurma mereka tidak sebaik biasanya. Melihat hal itu Rasul menenyakan penyebabnya dan mereka menjelaskannya. Lalu Rasul mengemukakan hadis di atas.
Berdasarkan sebab wurud di atas, dapat dipahami bahwa “masalah duniamu” dalam hadis lebih tepat dipahami dengan keahlian atau profesi. Oleh sebab itu, petani lebih mengetahui masalah pertanian dari pada Nabi. Dalam sejarah, Nabi tidak diketahui bahwa beliau pernah sebagai seorang petani, ketika kecil beliau pengembala, dan setelah dewasa sebagai pedagang. Jadi sangat wajar kalau beliau tidak begitu memahami masalah pertanian. Kapasitas Muhammad ketika memunculkan hadis ini mungkin lebih tepat sebagai pemimpin terhadap rakyatnya. Dengan demikian, hukumnya tidak wajib. Kalau ada perintah dalam hadis yang diungkapkan dalam kapasitas tidak sebagai Rasul, itu bersifat anjuran.
3. Mengetahui situasi dan kondisi Masyarakat saat hadis muncul
Untuk hadis yang mempunyai sebab khusus, adakalanya Nabi mengemukakan hadis sebagai respons terhadap kenyataan sosial yang terdapat saat itu. Oleh sebab itu, sebab wurud hadis dapat mengetahui situasi dan kondisi masyarakat saat itu. Sebagai contoh hadis Rasul berikut:
عن ابى بكرة قال: ...قال رسول الله لن يفلح قوم ولوا امرهم امرءة
Artinya: Dari Abu Bakrah, ... Rasul bersabda: Tidak akan sukses suatu kaum yang menyerahkan (untuk memimpin) urusan mereka kepada wanita (H.R. al-Bukhari, al-Turmuzi dan Ahmad bin Hanbal)
Tanpa memperhatikan sebab wurud hadis, maka dari hadis di atas dipahami bahwa wanita tidak boleh diangkat menjadi kepala negara, atau menduduki posisi penting lainnya. Pemahaman seperti ini memberikan kesan bahwa Islam mendiskriditkan wanita, dan menempatkannya pada posisi subordinat. Ini akan memberikan citra yang tidak baik terhadap Islam, dan banyak mendapatkan kritikan dari pemerhati wanita (feminis). Pemahaman seperti ini juga bertentangan dengan al-Qur'an, karena dalam al-Qur'an secara eksplisit diakui kepemimpinan Ratu Balqis yang kemudian menjadi isteri Nabi Sulaiman.
Sebab wurud hadis diatas adalah ketika di Persia diangkat seorang Ratu (Buwaran binti Syairawaih) karena tidak ada calon raja. Pada saat itu di Persia, derajat wanita berada di bawah laki-laki. Mereka tidak diberi hak untuk mengurus kepentingan masyarakat apalagi mengurus negara. Ketika Rasul mendengar berita pengangkatan Ratu itu, Rasul mengemukakan hadis di atas.
Berdasarkan sebab wurud hadisnya, hadis di atas lebih tepat dipahami secara kondisional. Pengangkatan wanita menjadi pemimpin tidak boleh jika ia tidak mempunyai kemampuan untuk memimpin dan tidak mendapatkan penghargaan dari orang-orang yang akan dipimpinnya.
Pada saat wanita telah memiliki kemampuan untuk memimpin dan diperlakukan sama dengan laki-laki, serta masyarakat telah bersedia menerimanya sebagai pemimpin, maka tidak ada salahnya wanita menjadi pemimpin.
D. Penutup
Hadis Rasul dilihat dari kemunculannya ada yang mempunyai sebab khusus dan ada yang tidak. Sebab wurud itu ada yang berupa pertanyaan dari sahabat tentang sesuatu, suatu peristiwa yang disaksikan oleh Rasul atau yang dilaporkan oleh sahabat kepada Rasul dan kondisi sosial masyarakat. Hadis yang diungkapkan oleh Rasul sebagai respons dari berbagai kenyataan yang ada, tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan sebab khusus itu.
Dengan demikian, sebab wurud suatu hadis mempunyai salah satu unsur penting untuk dapat memahami hadis Rasul secara benar dan tepat. Dengan sebab wurud dapat diketahui makna kata yang tidak jelas, situasi dan kondisi masyarakat ketika hadis itu dimunculkan, dan posisi Rasul ketika mengungkapkan hadis. Semua ini mengarah kepada memperjelas mksud dan kandungan hadis. Karena ada sebagian teks hadis yang jika dipahami tanpa mengetahui sebab wurudnya akan membawa pemahaman yang keliru, seperti pemahaman Abu Hurairah yang dikritik oleh ‘Aisyah.
CATATAN KAKI
Hadis atau sunnah adalah semua ucapan, perbuatan dan ketetapan yang diriwayatkan dari Nabi Muhamad saw. Lihat, Subhi al-Shalih, ‘Ulum al-Hadis wa Mushthalahuh, Beirut, Dar al- ‘Ilm, 1977, h. 3.
Abd al-Halim Mahmud, al-Sunnat wa Makanatuha wa fi Tarikhiha, Kairo, Dar al-Kitab al-’Arabi, 1967, h. 26, Muhammad Muhammad Abi Syuhbat, Fi Rihab al-Sunnat al-Kutub al-Shihhat al-Sittat, Kairo, Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyat, 1981, h. 9.
Hadis maudhu’ itu direkayasa oleh kalangan muslim dengan tujuan untuk kepentingan golongan atau alirannya. Pembuatan hadis di kalangan non muslim bertujuan untuk mengelirukan umat Islam dari ajaran yang sebebnarnya.
Terdapat perbedaan para ulama mengenai fungsi ketiga ini, ada yang menerimanya dan ada yang menolaknya. Ulama yang menerima beralasan dengan hadis tentang pembagian warisan nenek dari harta peninggalan cucunya, yaitu 1/6. Sedangkan ulama yang menolak beralasan bahwa al-Qur’an sudah begitu sempurna, nabi hanya disuruh menyampaikan dan menjelaskan , bukan untuk menambah atau menguranginya. Lihat Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadis ‘Ulumuh wa Mushthalahuh, Beirut, Dar al-Fikr, 1989, h. 89.
M. Syuhudi Ismail, Pemahaman Hadis Nabi secara tekstual dan Kontekstual, Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1994, h. 2.
Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman bin Abi Bakar Al-Suyuthi, Asbab wurud al-Hadis aw al-Luma’ fi Asbab al-Hadis,Beirut, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1984, h. 11.
Lihat Ibrahim bin Muhammad bin Hamzah al-Husaini al-Dimasyqi, al-Bayan wa al-Ta’rif fi Asbab Wurud al-Hadis al-Syarif, Beirut, Dar al-Tsaqafat al-Islamiyyat, t.t., h. 232-233.
Ibid., h. 233.
Al-Suyuthi, op.cit., h. 18-20.
Hadis ini dapat ditemukan dalam beberapa kitab hadis. Al-Bukhari, op.cit., juz. II,
Imam al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, Maktabat al-Mathbu’ah al-Islamiyat, t.t., h. 377.
Ibid.
Al-Suyuthi, op.cit., h. 111-112.
Al-Bukhari, op.cit., juz I, h. 84.
Al-Bukhari, op.cit., juz I, h. 102, Muslim, op.cit., juz I, h. 89-90, al-Turmuzi, op.cit., juz II, h. 111, Ahmad bin Hanbal, op.cit., juz I, h. 181-182.
Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berikut ini:
ان رسول الله سئل اى العمل افضل فقال ايمان بالله ورسوله قيل ثم ماذا قال الجهاد فى سبيل الله قيل ثم ماذا قال حج مبرور متفق عليه
Ibrahim bin Muhammad bin Hamzah al-Husaini al-Dimasyqi, op.cit., h. 32-33.
Al-Bukhari, op.cit., juz IV, h. 239,241 dan 242. Muslim, op.cit., juz III, h. 301. Al-Turmuzi, op.cit., juz II, h. 398. Ibn Majah, op.cit., juz II, h. 777. dan Ahmad bin Hanbal, op.cit., juz III, h. 33, juz V, h. 41 dan 454.
Al-Bukhari, ibid., juz I h. 151 dan 152, Muslim, ibid, juz II, h. 579-580, dan Ahmad bin Hanbal, ibid., juz I, h. 15 dan 42.
Lihat misalnya Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman al-Suyuthi, op.cit., h. 85-88.
Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a al-Sunnat al-Nabawiyyat, Alih bahasa Muhammad al-Baqir, Bandung, Karisma, 1993, h. 131.
Lihat Shalah al-Din al-Adibi, Manhaj Naqd Matn ‘Ind ‘Ulama al-Hadis al-Nabawi, Beirut, Dar al-Afaq al-Jadidat, 1983/ 1403, h. 113-114.
Menurut Quraish Shihab, orang pertama yang memilah-milah ucapan dan sikap Nabi saw. tersebut adalah imam al-Qarafi yang kemudian dikembangkan oleh penganut paham kontekstual. M. Quraish Shihab, Pengantar Studi Kritis atas Hadis Nabi saw., Bandung: Mizan, 1993, h. 9
Muslim, op.cit.,juz IV, 1836.
Ibid.
Hadis riwayat al-Bukhari, al-Turmuzi dan Ahmad bin Hanbal. Lihat al-Bukhari, op.cit., juz. IV, h. 228, al-Turmuzi, op.cit., juz III, h. 360, dan Ahmad bin Hanbal, op.cit., juz V, h.. 38.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Syuhbat, Muhammad Muhammad, Fi Rihab al-Sunnat al-Kutub al-Shihhah al-Sittat, Kairo, Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyat, 1981.
Al-Adhibi, Shalah al-Din, Manhaj Naqd Matn ‘Ind ‘Ulama al-Hadis al-Nabawi, Beirut, Dar al-Afaq al-Jadidat, 1983/ 1403.
Al-Bukhari, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il, Shahih al-Bukhari, juz I, II,
Al-Hakim, Imam, Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, Maktabat al-Mathbu’ah al-Islamiyat, t.t.
Al-Husaini, Ibrahim bin Muhammad bin Hamzah, al-Bayan wa al-Ta’rif fi Asbab Wurud al-Hadis al-Syarif, Beirut, Dar al-Tsaqafat al-Islamiyyat, t.t.
Ibn Hanbal, Abu ‘Abdullah Ahmad, Musnad al-Imam bin Hanbal, Beirut, al-Maktab al-Islami, juz I, 1978/1398
Ibn Majah, Abu ‘Abdillah bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, juz II,
Isma’il, M. Syuhudi, Pemahaman Hadis Nabi secara tekstual dan Kontekstual, Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1994.
Al-Khathib, Muhammad ‘Ajjaj, Ushul al-Hadis ‘Ulumuh wa Mushthalahuh, Beirut, Dar al-Fikr, 1989.
Mahmud, Abdul Halim, Al-Sunnat wa Makanatuha fi Tarikhiha, Kairo, Dar al-Katib al-’Arabi, 1967.
Muslim al-Hajjaj, Abu al-Husain, Shahih Muslim, juz I, II, III, IV,
Al-Qardhawi, Yusuf, Kaifa Nata’amal Ma’a al-Sunnat al-Nabawiyyat, Alih bahasa Muhammad al-Baqir, Bandung, Karisma, 1993.
Al-Shalih, Shubhi, ‘Ulum al-Hadis wa Mushthalahuh, Beirut, Dar al-’Ilm, 1977.
Shihab, M. Quraish, Pengantar Studi Kritis atas Hadis Nabi saw., Bandung: Mizan, 1993.
Al-Suyuthi, Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman bin Abi Bakar, Asbab wurud al-Hadis aw al-Luma’ fi Asbab al-Hadis,Beirut, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1984.
Al-Turmuzi, Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Tsaurat, Sunan al-Turmuzi,juz II, III,