Indahnya Ketentuan Islam ttg Orang Tua dan Anak

Pada awalnya, semua anak perempuan harus mengikuti semua kemauan orang tuanya. Ironisnya, dalam kitab Fiqh masih dikenal istilah mujbir untuk bapak dan kakek

Penerimaan Hadis Ahad oleh Imam Mazhab Fiqh

Dari segi wurudnya, hadis ahad tersebut dikategorikan zhanni al-wurud. Zhanni wurud pada hadis ahad ini disebabkan oleh karena hadis ahad diriwayatkan oleh periwayat yang jumlahnya tidak mendatangkan keyakinan tentang kebenarannya.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Baitullah Impian Setiap Muslim post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Baitullah Impian Setiap Muslim

Tempat Khusus yang Penuh Berkah

Rabu, 17 April 2013

OPTIMALISASI FUNGSI MESJID

I. Pendahuluan
 Mesjid merupakan salah satu tempat berkumpulnya umat Islam. Mesjid merupakan tempat yang sangat strategis bagi umat Islam dalam membicarakan kepentingan umat Islam. Apalagi dengan berkembangnya ilmu pengatahuan dan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi oleh umat Islam, sangat penting untuk mengembalikan fungsi mesjid seperti Rasulullah memungsikan mesjid pada masanya. 
Realitas yang ada saat sekarang, umat Islam bias dan patut berbangga dengan banyaknya bangunan mesjid, baik yang dibangun dengan swadaya masyarakat, maupun bantuan pemerintah, dengan berbagai model, bahan dan arsitek yang sangat menarik. Namun, agak disayangkan ada beberapa mesjid tidak berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya hanya untuk shalat jum’at atau shalat jamaah saja. Sehingga terkesan bahwa mesjid tidak dimanfaatkan. 
 Oleh sebab itu, patut diintrospeksi untuk mengetahui apakah tidak makmurnya mesjid tersebut karena umat Islam tidak termasuk dalam kategori yang disebutkan dalam QS. Al-Taubah: 18, atau umat Islam sekarang termasuk orang yang hanya berbangga dengan wujud fisik mesjid seperti dinyatakan oleh Rasulullah saw. dalam sabda beliau, atau karena mesjid hanya tempat khusus untuk shalat saja. Sikap berbangga pada pembangunan mesjid saja dinyatakan oleh Rasul sebagai salah satu indikator berakhirnya zaman (kiamat)1) Untuk mengetahui peran dan fungsi mesjid dan agar kita dapat memanfaatkan mesjid secara optimal, sangat tepat jika dilihat dari peran dan fungsi mesjid di zaman Rasul. Pada masa itu, mesjid digunakan untuk urusan agama dan penyelesaian masalah keduniaan sekaligus. Quraish Shihab menyatakan ada 10 peranan mesjid Nabawi. Yaitu tempat ibadah, tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi dan sosial budaya) tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya, tempat pengobatan korban perang, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, aula dan tempat menerima tamu, tempat menawan tahanan, dan pusat penerangan atau pembelaan agama. Informasi tentang mesjid di masa Rasul akan dapat dilihat dari beberapa sabda Rasul. Secara rinci akan diketahui optimalisasi pemanfaatan mesjid pada masa itu melalui hadis dan sirat al-Nabawiyyah. Dalam perjalanan sejarah Islam, setelah sampai di Medinah yang pertama dibangun oleh Rasulullah saw. adalah mesjid. Hal itu menunjukkan bahwa mesjid mempunyai arti yang sangat penting bagi umat Islam. Allah dengan tegas menyatakan bahwa mesjid itu hanya akan dimakmurkan oleh orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menunaikan salat dan membayar zakat (QS. al-Taubah/9: 18) Artinya, pemakmuran mesjid tergantung pada orang yang komit dengan ajaran Islam. 
II. Fungsi Mesjid pada masa Rasulullah saw. 
1. Tempat ibadah. Seperti yang telah diketahui bahwa Masjid berasal dari kata sajada yasjudu yang berarti “tempat sujud”. Dengan demikian, mesjid sebagai tempat shalat dan zikir kepada Allah merupakan fungsi utama dari masjid. Sebagai tempat ibadah, Allah telah berfirman dalam QS. Al- Jin/72: 18: وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا (bahwa mesjid itu milik Allah, maka janagan kamu memohon/berdo’a dengan menyertakan yang lain bersama Allah) Rasul juga menyatakan secara eksplisit bahwa mesjid sebagai tempat shalat ketika beliau menjelaskan keutamaan salat di mesjid Nabawi lebih baik dari seribu shalat di mesjid lain selain dari mesjid Haram.4) dan salat di Masjidil Haram Mekah lebih baik dari sepuluh ribu salat di mesjid lain. Mesjid juga dijadikan sebagai tempat i’tikaf pada bulan-bulan tertentu, terutama bulan Ramadan, dalam beberapa hadis dinyatakan oleh Rasulullah saw. di antaranya: عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ صَفِيَّةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزُورُهُ فِي اعْتِكَافِهِ فِي الْمَسْجِدِ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ ... (5) Artinya: 'Ali bin Husain menyatakan bahwa Shafiyah isteri Rasul mengabarkan bahwa ia mengunjungi Rasul ke mesjid ketika beliau I'tikaf di mesjid 10 akhir Ramadan… Kegiatan i’tikaf yang dilakukan di mesjid merupakan salah satu dari pemakmuran mesjid. Mesjid sebagai tempat ibadah difungsikan secara optimal untuk kegiatan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah. Diakui atau tidak tempat kadang-kadang mempunyai pengaruh yang besar terhadap konsentrasi dan keikhlasan dalam pelaksanaan ibadah. 2. Tempat Pendidikan. Selain untuk tempat ibadah, mesjid juga berfungsi sebagai tempat untuk mengajarkan ilmu yang telah diperoleh Rasul dari Allah Swt berupa wahyu dan penjelasan beliau terhadap wahyu. Penyampaiannya dilakukan melalui khutbah atau kegiatan ta’lim lainnya. Ini menunjukkan bahwa mesjid juga berfungsi sebagai tempat yang di dalamnya kaum muslimin memperoleh ilmu pengetahuan. Nabi saw menyampaikan pengetahuan kepada para sahabat sehingga mereka menjadi orang-orang yang kuat ikatannya kepada Allah. Melalui kegiataan tersebut, dengan cepat para sahabat memperoleh ilmu dan menyebarkannya kepada kepada umat manusia. Dalam setiap kesempatan, Rasul mendorong pengikutnya untuk menghadiri kegiatan keilmuan di mesjid. Para Sahabat mempelajari secara mendalam al- Qur'an dan mendiskusikan tentang yang halal dan haram dan memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Secara eksplisit, Rasul menjelaskan bahwa mesjid tempat belajar dan atau mengajar tentang kabaikan dalam sabda beliau berikut: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ جَاءَ مَسْجِدِي هَذَا لَمْ يَأْتِهِ إِلا لِخَيْرٍ يَتَعَلَّمُهُ أَوْ يُعَلِّمُهُ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ جَاءَ لِغَيْرِ ذَلِكَ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ يَنْظُرُ إِلَى مَتَاعِ غَيْرِهِ(6 Artinya: Dari Abu Hurairah, ia mendengar Rasul bersabda: Siapa yang mendatangi mesjidku ini (mesjid Nabawi) dengan tujuan kebajikan dalam kapasitas sebagai sebagai pengajar atau pengajar, maka semua itu menempati posisi orang yang jihad di jalan Allah dan siapa yang datang ke mesjid dengan tujuan lain maka ia menempati posisi rekreasi saja. Dari hadis di atas terlihat bahwa belajar dan atau mengajar pengetahuan dan kebajikan di mesjid Nabawi dipersamakan oleh Rasulullah saw. dengan posisi orang yang berjihad di jalan Allah. Sementara itu, orang yang datang ke mesjid bukan dengan tujuan tersebut disamakan oleh Rasul dengan orang yang sedang rekreasi saja. Mesjid juga merupakan sarana untuk saling menasihati dan saling membetulkan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang. Misalnya, tentang peristiwa ketika seorang laki-laki yang sudah selesai shalat dinyatakan belum shalat oleh Rasul sampai tiga kali. Karena tidak mengerti ia menanyakan kepada Rasul kenapa ia tidak dianggap shalat, Rasul menjawab: sempurnakanlah wudhu’mu dan sempurnakan salatmu)7) Mungkin Rasul melihat ia terburu- buru dalam setiap gerakan salatnya atau memang ada anggota wudu’nya yang tidak sempurna dibasuh. Begitu juga dengan peristiwa ketika Umar memberikan batasan tertinggi mahar perempuan sebanyak 400 dirham. Seorang perempuan interupsi dengan mengemukakan salah satu QS. Al- Nisa’/4:20. Akhirnya Umar meralat dengan menyatakan bahwa perempuan itu benar dan Umar salah. 8) Penggunaan mesjid sebagai sarana pendidikan dapat mencapai hasil yang maksimal, apalagi dikaitkan dengan tata tertib masuk mesjid. Diharapkan orang yang masuk mesjid dalam keadaan bersuci, membaca do’a sebelum masuk, shalat tahiyah mesjid dan ketika hendak keluar juga berdo’a. Kemudian selama berada di mesjid tidak membicarakan sesuatu yang tidak berguna. 3. Menerima tamu/utusan kenegaraan. Tamu atau utusan yang datang kepada Rasulullah saw. diterima di mesjid. Ada tamu atau utusan yang datang untuk belajar atau untuk melakukan pembicaraan dan perjanjian bersama Rasul. Selain masjid sebagai tempat beribadah dan tempat belajar atau dakwah, masjid juga berfungsi sebagai tempat pertemuan atau menerima tamu. Salah satu tempat yang paling rutin digunakan oleh Rasul untuk pertemuan adalah masjid. Setiap utusan sering datang secara berombongan yang berjumlah antara 12 orang sampai 60 orang. 9) Dalam pertemuan ini, Rasul tidak hanya sekedar mengadakan pertemuan fisik semata melainkan pertemuan dari hati ke hati serta fikiran sehingga pertemuan tersebut menambah keakraban sesama dan hubungan dengan Allah Swt semakin dekat.. Pemilihan mesjid sebagai tempat menerima utusan memudahkan mereka untuk menemui Nabi saw, karena beliau selalu shalat berjama’ah di mesjid. Mereka sudah dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk mengunjungi Rasulullah saw. tanpa harus menunggu terlalu lama. 4. Tempat pengumpulan sedekah, zakat dan harta milik umum dan tempat pendistribusiannya. Selain tempat ibadah, belajar, dan menerima utusan, mesjid juga difungsikan oleh Rasul sebagai tempat penyimpanan sementara dana hasil zakat, sedekah dan jenis harta milik umum lainnya. Selama dalam proses mulai harta tersebut diterima sampai didistribusikan kepada yang berhak, semua sedekah, zakat dan harta milik umum berada di mesjid. Dalam sebuah hadis dinyatakan: عن انس قال اتي النبي صلى الله عليه و سلم بمال من البحرين فقال انثروه فى المسجد وكان اكثر مال اتي به رسول فخرج رسول الى الصلاة ولم يلتفت اليه فلما قضى الصلاة جاء فجلس اليه فما كان يرى احدا الا اعطاه اذ جاءه العباس(10 ... . Artinya: Anas berkata bahwa Rasul menerima harta dari Bahren, lalu beliau bersabda bagikan di mesjid dan itu merupakan harta terbanyak yang diberikan kepada Rasul. Ketika selesai salat, Anas duduk bersama Rasul dan membagikan harta itu kepada semua yang ada di mesjid sampai kemudian 'Abbas datang … Berdasarkan riwayat ini, Rasul menerima harta dari Bahrain, lalu beliau memerintahkan untuk mengumpulkannya di mesjid dan nantinya didistribusikan kepada yang berhak menerimanya. Pendistribusian dilakukan oleh Rasul setelah beliau dan umat Islam selesai melaksanakan shalat. Hal tersebut tentu berimplikasi positif terhadap sampainya harta tersebut kepada orang yang berhak menerimanya. Harta milik umum tidak dibiarkan tidak dimanfaatkan tepat pada waktunya. Di samping itu, kenyataaan itu dapat mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan dana oleh pengelola harta milik umum. Karena kedua hal tersebut dapat memicu munculnya kekisruhan di tengah-tengah masyarakat. Hubungan sosial dalam kehidupan masyarakat muslim harus dibina dengan berbagai cara sehingga tercipta hubungan yang harmonis dalam masyarakat muslim dan terhindar dari adanya kesenjangan sosial dan gap antara si kaya dengan si miskin. 5. Tempat menginap sementara bagi pemuda, orang fakir dan tuna wisma. Mesjid juga digunakan untuk menampung sementara orang yang tidak punya tempat untuk meginap, tempat itu dikenal dengan Shuffat. Dalam kenyataannya, orang yang diberi izin untuk menginap sementara di mesjid itu adalah orang fakir. Dalam sebuah hadis dinyatakan kondisi ekonomi mereka, bahkan untuk menutupi auratnya saja sangat sulit, seperti yang diungkapkan oleh Abu Hurairah berikut ini: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ سَبْعِينَ مِنْ أَصْحَابِ الصُّفَّةِ مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ عَلَيْهِ رِدَاءٌ إِمَّا إِزَارٌ وَإِمَّا كِسَاءٌ قَدْ رَبَطُوا فِي أَعْنَاقِهِمْ فَمِنْهَا مَا يَبْلُغُ نِصْفَ السَّاقَيْنِ وَمِنْهَا مَا يَبْلُغُ الْكَعْبَيْنِ فَيَجْمَعُهُ بِيَدِهِ كَرَاهِيَةَ أَنْ تُرَى عَوْرَتُهُ(11 Artinya: Dari Abu Hurairah, saya melihat 70 orang ahli Shuffah (yang tidur di bagian mesjid) tidak memiliki selimut, hanya ada sarung dan sal yang dikalungkan al-Darimi leher mereka, sehingga ketika tidur hanya menutupi setengah betis dan sampai kaki, dan mereka menggabungkan dengan tangan untuk menutupi aurat mereka. Dalam hadis di atas, jelas bahwa mesjid juga djadikan tempat berlindung oleh penghuni shuffah. Mereka itu termasuk dalam kategori fuqara’ yang tidak memiliki sesuatu yang dapat dijadikan sebagai penutup tubuh mereka secara keseluruhan. Dalam hadis dinyatakan bahwa mereka hanya dapat menutupi sebagian dari tubuh mereka, jika bagian atas tertutup, maka tubuh bagian bawah terbuka, begitu juga sebaliknya. Di samping itu, mesjid juga digunakan untuk tempat menginap pemuda yang lebih suka berada dan tidur di mesjid. Hal itu digambarkan dalam hadis berikut: حَدَّثَنِي نَافِعٌ قَالَ أَخْبَرَنِي عَبْدُاللَّهِ بْنُ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَنَامُ وَهُوَ شَابٌّ أَعْزَبُ لا أَهْلَ لَهُ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم(12 َ Artinya: Nafi' menceritakan bahwa 'Abdullah bin 'Umar ketika remaja yang belum berkeluarga tidur di mesjid Nabawi. Dalam hadis di atas, Ibn Umar ketika masih membujang dan belum berkeluarga sering tidur di mesjid. Dengan demikian, masjid juga berfungsi sebagai tempat perlindungan dari terik panas matahari dan hujan sehingga fakir dan para musafir dapat berlindung dan beristirahat sementara. Para pemuda yang lebih suka mengadakan kegiatan dimesjid, juga dapat menginap di mesjid. 6. Tempat pengobatan orang sakit, terutama korban perang. Ketika perang berlangsung ada saja pasukan perang yang mengalami luka-luka dan tentu saja mereka membutuhkan perawatan serta pengobatan. Pada masa Rasul jika hal ini terjadi maka perawatan dan pengobatan para pasukan perang tersebut dilakukan di lingkungan masjid sehingga pada waktu itu didirikan sebuah tenda oleh seorang shahabiyah (sahabat perempuan) yang bernama Rafidah sehingga tenda itu kemudian diberi nama Rafidah. Dalam sebuah hadis, dinyatakan bahwa Rasul menempatkan korban peperangan Khandaq di sebuah kemah di Mesjid untuk pengobatan, seperti dalam hadis berikut ini: عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أُصِيبَ سَعْدٌ يَوْمَ الْخَنْدَقِ فِي الْأَكْحَلِ فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْمَةً فِي الْمَسْجِدِ لِيَعُودَهُ مِنْ قَرِيبٍ فَلَمْ يَرُعْهُمْ وَفِي الْمَسْجِدِ خَيْمَةٌ مِنْ بَنِي غِفَارٍ إِلا الدَّمُ يَسِيلُ إِلَيْهِمْ فَقَالُوا يَا أَهْلَ الْخَيْمَةِ مَا هَذَا الَّذِي يَأْتِينَا مِنْ قِبَلِكُمْ فَإِذَا سَعْدٌ يَغْذُو جُرْحُهُ دَمًا فَمَاتَ فِيهَا(13 Artinya: Dari hadis di atas terdapat beberapa kemah di mesjid, di antaranya kemah Bani Ghifar dan kemah untuk perawatan Sa’ad. Dalam pengobatan tersebut, darah Sa’ad mengalir sampai ke kemah Bani Ghifar. Karena banyak kehilangan darah, akhirnya Sa’ad tidak dapat tertolong (meninggal) 7. Pelaksanaan/ pengumuman pernikahan Pernikahan merupakan suatu ikatan kekeluargaan antara dua orang dan dua keluarga yang harus dilakukan secara terbuka dan tidak sembunyi- sembunyi. Hal itu untuk menghindarkan fitnah, agar orang yang sudah menikah tidak dianggap belum menikah. Oleh sebab itu, mesjid yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang untuk melakukan berbagai kegiatan, sangat tepat untuk pelaksanaan pernikahan. Maka Rasul menyarankan agar pernikahan dilaksanakan di mesjid. Hal itu dinyatakan oleh Rasul dalam sabda berikut: عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوهُ فِي الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ(14 Hadis di atas memberitakan bahwa pernikahan itu diberitahukan di mesjid dan dengan membunyikan rebana. Perintah untuk memberitahu orang lain itu mempunyai tujuan agar orang banyak dapat mengetahui bahwa antara dua orang yang pada awalnya berstatus ajnabi telah melaksanakan upacara pernikahan. Menjadikan mesjid sebagai tempat nikah akan membawa efek yang baik dalam kehidupan. Upacara pernikahan merupakan sesuatu langkah awal untuk dapat membina keluarga. Awal yang baik diharapkan dapat membuahkan hasil yang baik juga. 8. Tempat memberikan fatwa Dalam menanggapi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam pada masanya, Rasul sering dimintai dan memberikan fatwanya ketika berada di mesjid. Ada beberapa hadis yang menjelaskan bahwa umat datang meminta fatwa kepada Rasul tentang berbagai hal yang mereka temui, dan beliau sering memberikan jawabannya di mesjid. Salah satu hadis tersebut adalah yang berikut ini: عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلًا قَامَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنْ أَيْنَ تَأْمُرُنَا أَنْ نُهِلَّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهِلُّ أَهْلُ الْمَدِينَةِ مِنْ ذِي الْحُلَيْفَةِ وَيُهِلُّ أَهْلُ الشَّأْمِ مِنَ الْجُحْفَةِ وَيُهِلُّ أَهْلُ نَجْدٍ مِنْ قَرْنٍ وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ وَيَزْعُمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَيُهِلُّ أَهْلُ الْيَمَنِ مِنْ يَلَمْلَمَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ لَمْ أَفْقَهْ هَذِهِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم(15 Dalam riwayat di atas, seseorang berdiri di mesjid, lalu ia meminta fatwa kepada Rasul mengenai tempat ihram (miqat makani). Lalu Rasul menjelaskan miqat makani dari berbagai tempat. Jawaban-jawaban yang diberikan Rasul sangat rinci, mencakup semua tempat masuk orang dari berbagai wilayah ke Mekah waktu itu. Sehingga ia merasa puas mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang diajukannya kepada Rasul. 9. Mesjid sebagai tempat memberikan putusan hukuman (peradilan) Mesjid juga difungsikan sebagai tempat penyelesaian persengketaan antara pihak-pihak yang bersengketa. Secara psikologis, putusan yang diberikan di mesjid akan mendatangkan rasa aman di hati pihak yang berperkara, dan ia tahu akan mendapatkan haknya dan tidak akan diperlakukan tidak adil. Dalam al-Qur'an ada isyarat yang membolehkan memberikan putusan hukum di mesjid, yaitu mengenai kisah Nabi Daud as. (QS. Shad/ 38:21, 22) Pada masa Rasul, beliau juga menjadikan mesjid sebagai tempat memberikan putusan hukuman terhadap beberapa perkara yang diajukan kepada beliau. Berbagai perkara yang diajukan kepada beliau berkaitan denganbermacam masalah. Keputusan yang diberikan oleh Rasul di mesjid menyangkut perkara pidana(perzinaan, pencurian, pembunuhan), dan masalah perdata. Misalnya, perkara li’an dalam hadis berikut : عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَجُلا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ رَجلا وَجَدَ مَعَ امْرَأَتِهِ رَجُلا أَيَقْتُلُهُ ام كيف يفعل ...فقال النبي قد قضى الله فيك و فى امرأتك قال فَتَلاعَنَا فِي الْمَسْجِدِ وَأَنَا شَاهِدٌ(16 Perkara li’an yang dimajukan kepada Rasul bermula dari perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang isteri dengan seseorang. Sang suami menemui Rasul yang masih berada di mesjid. Ia menyatakan kepada Rasul ingin membunuh laki-laki yang bersama isterinya. Lalu Rasul pada saat itu juga di mesjid itu memberikan putusan agar suami isteri tersebut melakukan li’an. 10. Tempat bermusyawarah. Pada masa Rasul, masjid juga digunakan sebagai tempat memusyawarahkan sesuatu, baik dalam merencanakan suatu masalah atau untuk memecahkan suatu permasalahan yang terjadi, baik yang berurusan dengan persoalan pribadi, keluarga maupun urusan umat secara keseluruhan. Strategi berperang, perdamaian dengan pihak lawan meningkatkan kemaslahatan umat merupakan diantara masalah yang dimusyawarahkan oleh Rasul dan para sahabatnya di masjid. Kebiasaan ini dilanjutkan oleh khalifah, diantaranya adalah khalifah Umar bin Khattab yang apabila ada urusan penting yang harus dimusyawarahkan, maka Umar memanggil sahabatnya untuk datang kemesjid. Karena musyawarah dilaksanakan di masjid akan menciptakan suasana persaudaan yang harmonis sehingga musyawarah dapat dicapai dengan hasil yang dicapai dengan warna yang sesuai dengan wahyu yang diturunkan Allah Swt. Dari uraian di atas, terlihat betapa besarnya fungsi mesjid di masa Rasul, karena tidak hanya digunakan sekedar tempat beribadah saja, tetapi mesjid juga digunakan sebagai sarana untuk mempererat hubungan dan ikatan jama’ah Islam yang baru tumbuh. Ini berarti mesjid berfungsi untuk berbagai aktifitas yang bermanfaat bagi seluruh umat, atau sebagai pusat pembinaan umat. Tugas kita sekarang adalah bagaimana kita bisa mengembalikan fungsi mesjid sekarang ini sebagaimana yang telah difungsikan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Fungsi ideal sebagaimana yang telah terwujud di masa Rasul masih terlalu jauh bila dibandingkan dengan fungsi mesjid di masa sekarang, dan ini semua tergambar dari segi bentuk bangunan mesjid yang sebagian besar memang diperuntukan hanya shalat dan melaksanakan aktifitas ibadah sejenisnya serta aktifitasnya yang baru berkisar pada masalah ubudiyah dan majelis ta’lim. Di samping itu, saat sekarang telah muncul beberapa lembaga yang mempunyai peran khusus untuk menangani masalah sesuai dengan spesifikasinya masing-masing. Namun, bukan tidak mungkin memfungsikan mesjid seperti pada zaman Rasul, sehingga mesjid dapat menjadi pusat kegiatan umat Islam, menjalani berbagai aktifitas kehidupannya. 1) Jalal al-Din al-Suyuthi, Sunan al-Nasa'i bi Syarh al-Suyuthi wa Hasyiyah al-Kindi, (Semarang: Toha Putra, 1348/1930), juz 2, h. 32. 2)Jam’ah ‘Ali al-Khuali, Fiqh al-Da’wah, (T.Tp. : Maktabah al- Taufiqiyyah, 1396/1976), h. 57. 3)M. Quraish Shihab, wawasan al-Qur'an , Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai persoalan umat, (Bandung: Mizan, 1996. 4)Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al- Bukhari, Shahih al- Bukhari, (Indonesia: Maktabah Dahlah, tt.), juz 1, h. 457, Abu al- Husain Muslim al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.), juz 2, h. 1012-1014, al-Nasa'i,op.cit., juz 2, h. 33 dan 35, Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurahal-Turmuzi, al-Jami’ al-Shahih, (Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.), juz 1, h. 204, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, (Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.), juz 1, h. 450-451, Malik bin Anas, Kitab al-Muwatha’,(Beirut: Dar al-Fikr, 1409/1989) h. 121-122, Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal (Beirut: Dar al-Fikr, tt.) juz 2, h. 16,29 dan 499. 5)al- Bukhari, ibid., juz 1, h. 768-776, Muslim, ibid., juz 2, h. 830-831, Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abi Daud, (Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.), juz 2, h. 332-333, Ibnu Majah, ibid., juz 1, h. 563. 6)Ibnu Majah, ibid., juz 1, h. 83. 7)al-Bukhari, op.cit., juz 4, h. 2670, 8)Isma’il Ibn Kasir, Tafsir al-Qur'an al-”Azhim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1404/1981), juz 1,h. 468. 9) Shafiy al-Rahman al-Mubarakfuri, al-Rahiq al-Makhtum, (T.Tp., Dar al-Wafa’, 1398/1978), cet. Ke 4, h. 526-528. 10) al- Bukhari, op.cit., juz 1, h. 176. 11)Ibid., h. 185 12)al- Bukhari, juz 1, h. 184, Muslim, juz 4, h. 1927-1928,al-Turmuzi, juz 1, h. 201, Abu Muhammad Abdullah bin Abd al-Rahman al-Darimi, Sunan al-Darimi, (Indonesia:Maktabah Dahlan, tt.), juz 1, h. 325. Dan Sunan al-Darimi, juz 2, h. 50. 13)al- Bukhari, juz 1, h. 193, Muslim, juz 3, h. 1390, 14)al-Turmuzi, op.cit., juz 2, h. 276, dan Ahmad bin Hanbal, op.cit., juz 4, h. 5. 15)al- Bukhari, juz 1, h. 70, Abu Daud, juz 2, h. 143, Ibnu Majah, juz 2, h. 972, dan al-Darimi, juz 2, h. 29-30, Malik bin Anas, h. 208-209. 16)al- Bukhari, juz 3, h. 2197, , Muslim, juz 2, 1129, Abu Daud, juz 2, h. 273, Malik,h. 360-361. BIBLIOGRAFI Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abi Daud, Indonesia: Maktabah Dahlan, tt), juz 2. Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal , Beirut: Dar al-Fikr, tt. juz 2,4. Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il. Shahih al- Bukhari, Indonesia: Maktabah Dahlah, tt., juz 1,3. Al-Darimi, Abu Muhammad Abdullah bin Abd al-Rahman. Sunan al-Darimi, Indonesia:Maktabah Dahlan, tt., juz 1,2. Ibn Kasir, Isma’il. Tafsir al-Qur'an al-”Azhim, Beirut: Dar al-Fikr, 1404/1981, juz 1. Ibnu Majah, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwini. Sunan Ibn Majah, Indonesia: Maktabah Dahlan, tt., juz 1,2. Al- Khuali, Jam’ah ‘Ali. Fiqh al-Da’wah, T.Tp. : Maktabah al- Taufiqiyyah, 1396/1976. M. Quraish Shihab, wawasan al-Qur'an , Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai persoalan umat, (Bandung: Mizan, 1996. Malik bin Anas, Kitab al-Muwatha’,Beirut: Dar al-Fikr, 1409/1989. Al- Mubarakfuri Shafiy al-Rahman. al-Rahiq al-Makhtum, T.Tp., Dar al-Wafa’, 1398/1978, cet. Ke 4. Muslim al-Hajjaj, Abu al- Husain. Shahih Muslim, Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.), juz 2, 3, 4. Al- Suyuthi, Jalal al-Din. Sunan al-Nasa'i bi Syarh al-Suyuthi wa Hasyiyah al-Kindi, Semarang: Toha Putra, 1348/1930), juz 2. Al- Turmuzi, Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah. al-Jami’ al-Shahih, Sunan al-Turmuzi Indonesia: Maktabah Dahlan, tt., juz 1,2